SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Kapitalisme

| | | 0 komentar
Kapitalisme atau Kapital adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Demi prinsip tersebut, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama. Walaupun demikian, kapitalisme sebenarnya tidak memiliki definisi universal yang bisa diterima secara luas. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah sistem yang mulai berlaku di Eropa pada abad ke-16 hingga abad ke-19, yaitu pada masa perkembangan perbankan komersial Eropa di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna proses perubahan dari barang modal ke barang jadi. Untuk mendapatkan modal-modal tersebut, para kapitalis harus mendapatkan bahan baku dan mesin dahulu, baru buruh sebagai operator mesin dan juga untuk mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.

Kapitalisme memiliki sejarah yang panjang, yaitu sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal kapitalisme. Saat ini, kapitalisme tidak hanya dipandang sebagai suatu pandangan hidup yang menginginkan keuntungan belaka. Peleburan kapitalisme dengan sosialisme tanpa adanya pengubahan menjadikan kapitalisme lebih lunak daripada dua atau tiga abad yang lalu.

Perspektif filosofi kapitalisme

Kapitalisme adalah salah satu pola pandang manusia dalam segala kegiatan ekonominya. Perkembangannya tidak selalu bergerak ke arah positif seperti yang dibayangkan banyak orang, tetapi naik turun. Kritik keberadaan kapitalis sebagai suatu bentuk penindasan terhadap masyarakat kelas bawah adalah salah satu faktor yang menyebabkan aliran ini banyak dikritik. Akan tetapi, bukan hanya kritik saja yang mengancam kapitalisme, melainkan juga ideologi lain yang ingin melenyapkannya, seperti komunisme.

Kaum klasik kapitalis

Pemerintah mendominasi bidang perdagangan selama berabad-abad namun kemudian malah memunculkan ketimpangan ekonomi. Para pemikir ini mulai beranggapan bahwa para borjuis, yang pada era sebelumnya mulai memegang peranan penting dalam ekonomi perdagangan yang didominasi negara atau lebih dikenal dengan merkantilisme, seharusnya mulai melakukan perdagangan dan produksi guna menunjang pola kehidupan masyarakat. Beberapa ahli ini antara lain:

Adam Smith

Adam Smith adalah tokoh ekonomi kapitalis klasik yang menyerang merkantilisme yang dianggapnya kurang mendukung ekonomi masyarakat. Ia menyerang para psiokrat yang menganggap tanah adalah sesuatu yang paling penting dalam pola produksi. Gerakan produksi haruslah bergerak sesuai konsep MCM (Modal-Comodity-Money, modal-komoditas-uang), yang menjadi suatu hal yang tidak akan berhenti karena uang akan beralih menjadi modal lagi dan akan berputar lagi bila diinvestasikan. Adam Smith memandang bahwa ada sebuah kekuatan tersembunyi yang akan mengatur pasar (invisible hand), maka pasar harus memiliki laissez-faire atau kebebasan dari intervensi pemerintah. Pemerintah hanya bertugas sebagai pengawas dari semua pekerjaan yang dilakukan oleh rakyatnya

sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Kapitalisme

PEMBANTAIAN SETELAH G-30S

| | | 0 komentar
Orde Baru lahir dengan genangan darah dan airmata. Inilah sejarah hitam
pembantaian massal yang menumpuk ketakutan. Tapi sampai kapan ketakutan
mampu ditahan?
-----------------------------

Tahun 1965 bagi Indonesia sungguh menyayat hati. Apa yang kita rayakan
sebagai hari "Kesaktian Pancasila" sesungguhnya adalah saling bunuh
saudara sebangsa. Terlepas dari siapa yang benar ; Soekarno? Soeharto?
TNI AD? PKI? atau partai dan ormas saat itu? Peristiwa itu berbuntut
ajal yang tak pasti jumlahnya. Mereka dituduh PKI, sebagian memang PKI,
tapi sebagian lain tak tahu apa-apa, termasuk ibu-ibu dan anak-anak.

Berapa yang mati? Angka resmi pertama yang diumumkan di akhir 1965
adalah 78.832
jiwa. Perinciannya; korban di pihak PKI di Bali 12.500, Jawa Timur
54.000, Jawa Tengah 10.000, Sumatra Utara 2.000, sementara korban non
PKI yang dibunuh orang-orang PKI tercatat 328 orang. Itu hasil Komisi
Pencari Fakta dengan anggota 9 orang yang dibentuk Soekarno. Tapi dari
wawancara John Hughes tahun 1968 dengan salah satu anggota Komisi, angka
yang benar adalah 780.000 jiwa (baca: tujuh ratus delapan puluh ribu
jiwa). Oei Tjoe Tat, Menteri Negara d/p Presidium Kabinet yang juga
anggota Komisi, saat ditanya Bung Karno usai penyampaian laporan resmi
menjawab 500.000 atau 600.000 korban.

Memang angka resmi baru kemudian muncul setelah Kantor Berita Antara
menyatakan
ada 500.000 orang yang mati. Laksamana Soedomo dalam wawancara resmi
tahun 1977
dengan wartawan Newsweek, Bernard Krisher, mengaku ada setengah juta
korban dibunuh. Begitu banyak orang PKI yang mati dilatari dendam warga
non PKI karena aksi sepihak, kampanye PKI yang begitu provokatif, hingga
penculikan dan pembunuhan terencana oleh aktivis PKI. Di samping itu,
pemuda-pemuda anti PKI dilatih dua-tiga hari oleh Pasukan RPKAD yang
dipimpin Sarwo Edhie, lalu dilepas untuk menggerakkan masyarakat di
bawah gerakan Komite Aksi Pengganyangan.

Pembunuhan massal
Seperti mendapat pembenaran dengan maraknya demonstrasi anti PKI dan
berita-berita media massa yang menyiarkan betapa kejamnya PKI membunuhi
para jendral. Koran-koran terbitan Angkatan Darat, seperti Angkatan
Bersenjata dan Berita Yudha, koran Kristen Sinar Harapan, dan koran umum
seperti Duta Masyarakat dan Mingguan Berita, menyiarkan kekejian PKI dan
ormas-ormasnya yang membunuhi para jendral dengan silet, sabit, sundutan
rokok, dengan diiringi tarian cabul para Gerwani sampai memotong alat
vital korban. Sedangkan menurut otopsi dokter yang diperintahkan
Soeharto, para jendral mati karena tembakan, sama sekali tak ada luka
pukulan atau akibat senjata tajam, sedangkan lebam di kulit diakibatkan
benturan saat korban dijatuhkan ke sumur Lobang Buaya (Anderson, 1987).
Tapi dendam dan pengkondisian anti PKI terlanjur menyulut pembantaian.
Cara-cara yang digunakan sering di luar nalar, sampai Mayjen Achmadi
-Menteri Penerangan yang juga anggota Komite Pencari Fakta- mengucap,
"Wah terlalu, kok bangsaku bisa begitu kejam". Di Jakarta, menurut
pelaku, mereka menjerang air dalam drum sampai mendidih. Seorang aktivis
IPPI (Ikatan Pemuda Pelajar Indonesia) diikat dengan kepala di bawah
lantas dicelupkan ke air yang menggelegak itu. Saat diangkat, kulitnya
melepuh, sebagian terkelupas matang, dan kedua bola matanya meletup.
Sebuah keluarga, suami-isteri dan anak-anak, semuanya dibunuh. Jenazah
seluruh keluarga ditusuk dengan sebatang bambu, masuk dari dubur dan
keluar pada
kerongkongan, kemudian diarak berkeliling untuk tontonan umum.

Di Jawa Tengah, menurut fakta yang ditemukan H.J. Princen, 800 orang
dibunuh massal dengan pukulan batang-batang besi ke kepala. Pembantaian
itu terjadi setelah dua bulan penggulungan atas orang-orang yang
dinyatakan sebagai komunis, yang sebelumnya dijebloskan dalam kamp-kamp
tahanan di Purwodadi, Gundi dan Kuwu.

Interogator dari Batalyon 404 dan 409 menggunakan listrik untuk
menstroom alat vital para tahanan demi mengorek info gerakan bawah tanah
PKI. Saksi mata mengatakan pada Princen bahwa Let.Kol. Tedjo Suwarno
adalah orang yang memerintahkan pembantaian massal di Purwodadi. Para
pemuka umat diancam agar tidak lapor ke Semarang. TNI AD membantah bahwa
telah terjadi pembantaian massal di Jawa Tengah. Panglima Kodam VII
(kini IV) Mayjen. Surono mengatakan bahwa para tahanan ditembak saat
hendak melarikan diri. Sementara yang lainnya mati karena bunuh diri
dipenjara.

Massa PKI di Jawa Tengah dan DIY memang cukup besar. Di Yogya, Kol.
Katamso dan Let.Kol. Sugijono mati dibantai PKI. Oleh sebab itu Kol.
Sarwo Edhie Wibowo meminta Soeharto agar pasukannya (RPKAD)
dikonsentrasikan di Jawa Tengah. Sarwo Edhie terkenal berdarah dingin.
Ia pernah memerintah langsung eksekusi atas perempuan-perempuan yang
dituduh Gerwani. Ketika penduduk desa kasak-kusuk tak puas atas
pembunuhan itu, seluruh desa disukabumikan.

Di Jawa Timur, Gatot Lestario (tokoh PKI) sebelum dieksekusi sempat
membeberkan pembelaan di pengadilan (banyak eksekusi kasus PKI tanpa
pengadilan) betapa "inovatif", "kreatif" dan "kompetitif" para algojo
terhadap korban-korban mereka. "Sadisme dan penyiksaan tak manusiawi
yang tak terperikan," gugat Gatot, "Menyertai pembantaian-pembantaian
massal. Keluarga-keluarga secara keseluruhan dihabisi, di mana anak-anak
satu demi satu dibunuh di depan mata orang tuanya hingga akhirnya tiba
giliran sang ayah. Seorang perempuan dibunuh dalam keadaan hamil.
Perempuan-perempuan dengan anak-anak di pinggul mereka dibunuh di
pesisir-pesisir sungai. Ada kompetisi dilakukan dalam pembunuhan, siapa
yang terbaik membelah dalam sekali bacok dari atas ke bawah akan
memperoleh hadiah ekstra (ini terjadi di Singosari). Banyak pembunuhan
terjadi di pesisir-pesisir sungai, agar dengan demikian orang tak perlu
lagi menggali kuburan. Kepala-kepala yang telah dipenggal digantungkan
di pasar-pasar, di depan rumah, di pinggir jalan, beberapa di antaranya
dilabur dengan kapur. Mayat-mayat perempuan dengan bayi susuannya
mengapung di Kali Brantas dan di sungai Bengawan Solo, di Bojonegoro
banjaran mayat-mayat diikat satu menjadi rakit. Pada sebuah jembatan di
lingkungan Babat yang telah berfungsi sebagai rumah potong manusia,
aliran dari gumpalan-gumpalan darah membuktikan betapa banyak orang yang
telah dibunuh di situ. Sejumlah korban dibunuh secara perlahan-lahan,
dengan cara memotong anggota-anggota badannya satu demi satu, yang
lainnya dipaksa terjun ke dalam parit untuk ditanam di situ
hidup-hidup..."

Di Jawa Barat, menurut John Hughes (Indonesian Upheaval) dan Robert
Cribb (The Indonesian Killings), kekerasan massa tidak merajalela
kecuali di Indramayu, antara Subang dan Cirebon. Meski dekat dengan
pusat kekuasaan, pendukung PKI di daerah ini relatif sedikit. Hanya di
Indramayu PKI punya massa karena wilayah ini selalu miskin. Alasan lain,
dendam terhadap orang-orang PKI tidak begitu terasa di Jawa Barat. Meski
bukan berarti tak ada kebengisan, seperti pengiriman kepala tanpa badan
seorang tokoh PKI kepada keluarganya di rumah.

Di Aceh, pengganyangan dikomandani Kolonel Ishak Djuarsa. Semua orang
PKI di Aceh binasa, tidak hanya kader-kader tapi juga seluruh keluarga,
bahkan para pembantu-pembantu rumah mereka. Di Medan, kantor
SARBUPRI/SOBSI diserang saat ada rapat. Gedung tingkat tiga itu disiram
bensin dan dibakar. Para aktivis serikat buruh yang panik mencoba
menyelamatkan diri. Tapi begitu keluar dari pintu, mereka segera
disambut dengan berondongan peluru atau keroyokan orang ramai. Melihat
tak ada lagi jalan keluar kecuali maut, sebagian menyelimuti tubuh
dengan bendera serikat buruh atau spanduk merah dengan menyerukan slogan
"Hidup SARBUPRI, Hidup SOBSI," lalu terjun ke jilatan api. Tindakan itu
makin menyulut kemarahan penyerbu yang banyak di antaranya adalah
aktivis Pemuda Pancasila, sehingga korban yang terbakar itu diseret dari
api, kepalanya dipenggal dan ditendang-tendang bagai bola mainan.

Di Bali, pembunuhan massal berlangsung tak kalah mengerikan. "Teror
massa", sebuah term yang populer di Rusia jaman Stalin, justru dirasakan
orang-orang PKI. Mereka dengan perasaan takut dan tiada harapan
menyerahkan diri untuk diapakan saja oleh penguasa. Hal ini dilakukan
untuk menghindari siksa aniaya oleh massa lawan politiknya.

Sebulan setelah peristiwa 1 Oktober 1965, Gubernur Bali, Sutedja (tokoh
PKI) masih berkuasa. Ketika ditanya Bung Karno di hadapan Sabur, Chaerul
Saleh, dan pejabat lain, apakah dia PKI? Sutedja menjawab bahwa itu
hanya fitnah belaka. Para pejabat Bali yang punya sangkut paut dengan
PKI mulai cuci tangan. Saat itu kabar tentang pembantaian di Jawa Tengah
dan Timur telah santer terdengar di Bali.

Rakyat menunggu ABRI. Tapi rupanya pimpinan ABRI di Bali, khususnya
Pangdam Sjafiuddin pun menunggu siapa yang akan menang di Jakarta.
Sebetulnya istri Sjafiuddin sendiri adalah simpatisan Gerwani. Ketua
DPRGR I Gusti Media, Ketua Bamumas I Gede Puger, Ketua Lembaga
Pariwisata Ida Bagus Komjang juga tokoh-tokoh PKI.

Namun ketika gelagat Bung Karno kalah kian menguat, para pejabat itu
mulai menghilangkan jejak. Dan pembunuhan, adalah jalan paling cepat dan
aman sebab orang mati tidak akan bisa bersaksi. Orang-orang Nasakom yang
berkuasa di Bali ingin menunjukkan bahwa merekalah yang paling anti PKI
dan paling Pancasilais.

Wedagama (tokoh PNI) menghasut rakyat bahwa membunuh PKI dibenarkan oleh
Tuhan dan tidak akan disalahkan hukum. Wijana, yang mengaku masih
kerabat Bung Karno, menyatakan bahwa mengambil barang-barang PKI
bukanlah pekerjaan yang melanggar peraturan. Pembakaran rumah orang PKI
dianjurkan sebagai warming up. Dan akhirnya pembunuhan itu pun
berlangsung di seluruh pelosok Pulau Dewata. Menurut Soe Hok Gie yang
menggunakan nama samaran Dewa dalam tulisannya di Mahasiswa Indonesia
(Des'67), pembunuhan massal di Bali telah memakan korban sedikitnya
80.000 jiwa. Korban material tak terhitung. Sementara itu pemerkosaan
terhadap mereka yang dituduh anggota Gerwani merajalela. Widagda, tokoh
PNI adik Wedastra Suyasa yang jadi anggota DPRGR Pusat, diketahui umum
telah memperkosa belasan wanita yang dituduhnya Gerwani.

Anak Agung Made Agung, Kepala Djawatan Penerangan Bali diculik dan
dibunuh. Terbukti kemudian pembunuhan itu direncanakan wakilnya yang
ingin menduduki jabatan kepala. Sedangkan Lie Lie Tjien, pengusaha yang
jadi kasir PKI, selamat jiwa dan hartanya karena menyogok Widjana
birokrat Bali Utara. Saingan Lie Tjien, Tjan Wie difitnahnya hingga
gudang kopi milik tauke itu diserbu massa dan ratusan ton kopi dibuang
berserakan di jalan-jalan Singaraja. Tjan Wie pun jadi gila setelah
peristiwa itu.

Begitulah..., fitnah, pemerkosaan dan pembunuhan massal terjadi di
berbagai pelosok tanah air. Indonesia yang "hamil tua" akhir-nya
melahirkan Orde Baru dengan genangan air mata dan darah. Siapa yang
salah, barangkali bukan pertanyaan yang relevan sebab tak menyelesaikan
persoalan. Yang terjadi adalah amok.

"Amok ya karena orang tidak berani, ketakutan yang menumpuk...
menumpuk... menumpuk.
Kelihatannya damai, indah, tapi 10 tahun kemudian meledak," ujar Romo
Mangunwijaya.

VSuara INDEPENDEN, No 11/III/September 1997
TOPIK UTAMA

Chin Peng - Pendiri Tentara Pembebasan Nasional Malaya

| | | 0 komentar
Oleh :Nouval Murzita

Chin Peng dilahirkan pada tanggal 21 oktober 1924 di Sitiawan Perak, Semenanjung Malaya, dengan nama Ong Boon Hua.

Sebagai anak nomor dari enam bersaudara, keluarganya sejak awal akrab dengan kemiskinan, bahkan ayahnya bangkrut ketika depresi ekonomi melanda tahun 1930an. Meskipun demikian Ong kecil senang membaca dan terpesona dengan tanah leluhurnya China, yang pada masa itu disana justru sedang terjadi pertikaian antara kelompok Chiang Kai Shek dan Mao Tse Tung. Situasinya kemudian semakin memburuk oleh karena Jepang mulai merebut Manchuria sekaligus masuk menyerbu ke pedalaman China.

Sampai usia 15 tahun Ong masih menaruh simpati kepada perjuangan kaum nasionalis China dibawah pimpinan Chiang Kai Shek. Tetapi lambat laun, dia mengalihkan dukungannya kepada kaum revolusioner, setelah membaca karya Mao Tse Tung, buku kecil berjudul On Protected War. “Saya betul-betul kagum kepada Mao”. Sebab dalam buku itu dengan rinci kawan Mao menyebutkan beragam cara untuk bisa mengalahkan pasukan Jepang. Simpati ku kepada Chiang Kai Shek lenyap, berganti dengan impian bagaimana berangkat ke China untuk berjuang bersama ketua Mao mengusir Jepang”. Tetapi keinginan Ong kecil tidak bisa menjadi kenyataan sebab masih kecil, sehingga tidak bisa ikut berangkat ke China.

Kegemaran Ong sejak kecil adalah membaca buku, hari-harinya dilewati dengan membaca buku minimal satu jam setiap harinya dan dia mempunyai sebuah ritual yang lain yaitu setiap sore hari dia pasti menuju ke sungai dekat rumahnya hanya sekedar duduk-duduk santai sambil melihat orang-orang yang berlalu-lalang.

Pada tahun 1938 sewaktu liburan sekolah musim pada bulan juli-agustus seorang gurunya meminjamkan buku-buku tentang marxis filosofi dari koleksi pribadinya, beberapa diantaranya ditulis oleh penulis Russia & China. Semua dalam cetakan bahasa China. Jadilah liburan pada waktu itu menjadi liburan membaca buku.

Akhir tahun 1939, seorang guru sastra China Ong yaitu Chen Jin Yun yang merupakan lulusan sekolah guru sastra China di China daratan dan juga seorang pemimpin dari organisasi bawah tanah lokal akan memperkenalkan Ong dengan seorang pria bernama Chen Lu. Guru Chen menjelaskan bahwa pria itu adalah seorang anggota senior dari organisasi bawah tanah Perak yang mempunyai basis di Ipoh. Pria itu merupakan anggota serikat buruh. Pada awalnya dia menolak untuk bertemu karena tidak begitu tertarik bertemu dengan pria tersebut, hal ini disebabkan karena Ong berasal dari pelajar sedangkan sodara Chen Lu berasal dari kelas pekerja.

Pada hari berikutnya Ong bertemu kembali dengan guru Chen, dia mengatakan “kenapa kamu menolak kesempatan berharga untuk bertemu dengan orang itu karena saya tidak lama lagi akan meninggalkan Sitiawan sebab kontrak kerja saya tidak diperpanjang lagi oleh sekolah”, karena mendapat nasihat dari guru Chen maka akhirnya Ong mau bertemu dengan orang itu. Belakangan Ong baru mengetahui bahwa seorang pria aktifis serikat buruh yang bernama Chen Lu itu adalah anggota PKM yang bertugas untuk merecruit para pemuda, yang salah satu diantarannya adalah Ong.

Pada bulan januari 1940 dia sudah cukup puas setelah secara resmi diterima menjadi anggota muda PKM (Partai Komunis Malaya). Ketika sekolah kembali dibuka pada akhir tahun 1940, Ong mengetahui ada 3 orang anggota muda PKM yang mendaftar sebagai murid sekolah itu (Nan Hwa). Dua orang diantaranya adalah pemuda dari daerah Sungai Siput dan seorang gadis dari Penang.

Pada periode maret-april 1940, beberapa orang teman-teman kelasnya yang juga merupakan anggota organisasi bawah tanah lokal di tangkap oleh pemerintah colonial dengan tuduhan terlibat aktifitas komunis. Polisi local setempat menggeledah rumah mereka dan menemukan beberapa dokumen yang ada hubungannya dengan aktifitas organisasi bawah tanah. Akibat keterlibatan mereka itu maka beberapa pelajar itu diadili oleh pengadilan colonial.

Rumor sudah berkembang di Sitiawan adanya keterlibatan banyak pelajar pada keanggotaan organisasi bawah tanah, maka seorang anggota senior Partai yang sedang melakukan perjalanan ke Ipoh menemui Ong dan memperingatkan agar segera untuk sementara meninggalkan Sitiawan. Setelah menyingkir dari Sitiawan dan pindah ke Ipoh maka Ong ditetapkan sebagai anggota penuh dari PKM.

PKM baru berumur 10 tahun ketika Ong diangkat menjadi anggota muda Partai. Partai didirikan pada tanggal 30 april 1930 di sebuah pabrik perkebunan karet dekat Negri Sembilan kota Kuala Pilah. Pada saat itu hadir juga sebagai wakil dari Komunis Intenasional (Komintern), Nguyen Ai Quoc, seorang Vietnam yang nantinya akan dikenal sebagai pemimpin Vietminh, Ho Chi Minh.

Setelah didirikannya PKM maka kader-kader anggota partai mulai melakukan pengorganisiran di kalangan rakyat mulai dari serikat buruh, petani, pelajar dan kaum intelektual. Untuk mengantisipasi semakin luasnya pengaruh komunis di Semenanjung Malaya dan Singapore pemerintahan colonial Inggris mendirikan SSP (Straits Settlement Police) yang didalamnya terdapat Criminal Intelligence Department untuk memantau aktifitas politik PKM. Selama tahun 1930-1935 polisi menhan 226 orang yang diperkirakan anggota Partai dan diantaranya terdapat 6 orang pimpinan PKM. Mereka lalu ditahan dan diajukan kepengadilan serta di larang untuk melakukan aktifitas politik dan di deportasi dari Semenanjung Malaya ke China.

Lai Tek adalah seorang pemimpin yang baru dua tahun memimpin Partai ketika Ong mulai melakukan aktifitas bawah tanah di Ipoh pada tahun 1940. Jabatannya di dalam Partai adalah Sekertaris Central Commite PKM. Pada awalnya dia bekerja sebagai buruh di galangan kapal pelabuhan Singapore dan juga ikut menjadi anggota serikat buruh pelabuhan, berikutnya dia juga bergabung dengan gerakan komunis lokal. Pada tahun 1934, semua pemimpin dari anggota PKM komite kota Singapore ditangkap dalam pembersihan yang dilakukan oleh polisi. Ketika banyak pimpinan Partai yang di larang atau dibuang, banyak pendatang dari Vietnam yang datang ke Singapore untuk menggantikan mereka yang ditahan sebagai anggota komite kota. Kejadian itu juga yang mengakibatkan Lai Tek dipromosikan duduk di dalam keanggotaan pimpinan Partai dan pada tahun 1938 dia menjadi pimpinan tertinggi dari PKM.

Pada saat itu terdapat dua comite didalam organisasi PKM yaitu satu di Singapore dan satu lagi terdapat di Penang. komite Penang terdiri dari dua regional komite yang membagi dua daerah besar yaitu Pahang untuk daerah bagian Timur dan Barat; Johor untuk bagian Utara dan Selatan.

Tanggal 22 juni 1941, Jerman Hitler menyerang Sovyet Uni dengan sandi operasi Barbarosa. Dunia tertegun dengan serangan mendadak tersebut yang mengakibatkan kerugian pada Sovyet Uni yaitu kehilangan 1500 pesawat tempurnya akibat pemboman armada udara Jerman. Serangan itu menandakan dibukanya 2 front besar: di Barat setelah kejatuhan Eropa Barat (Perancis, Belgia, Belanda, dll), maka pemboman oleh armada udara Jerman yang bertubi-tubi terus menghujani kota London yang mengakibatkan kehancuran total dan di front Timur, dengan dimulainya serangan kepada Sovyet Uni. Maka lengkap sudah keinginan Jerman Fasis berusaha menanamkan kekuasaannya dari Moscow sampai London.

Setelah kejadian itu maka Lai Tek dan anggota Komite Sentral PKM memutuskan untuk mengalihkan kebijakan Partai yang tadinya berhadap-hadapan dengan pemerintahan colonial Inggris menjadi menggalang kekuatan Partai bersama pemerintahan Inggris untuk melawan bahaya Fasisme di Semenanjung Malaya. PKM khawatir akibat serangan Jerman itu pasti akan dilanjutkan serangan berikutnya oleh kekuatan aliansi Jerman di Asia yaitu Jepang ke Negara-negara Asia Tenggara semacam Indo China, Semenanjung Malaya, Singapore dan Indonesia.

Lai Tek menawarkan proposal kepada pemerintahan colonial Inggris agar memberikan latihan militer kepada anggota-anggota PKM dan mengintegrasikan mereka kedalam satuan bela diri Malaya yang berada dibawah komando Lt. General Arthur E. Percival, tetapi Gubernur Jendral Inggris di Singapore yaitu Sir Shenton Thomas menolak tawaran tersebut.

Pada perayaan natal tahun 1941 tentara Inggris berkebangsaan India dari Brigade 6/15th melakukan pertempuran yang sangat dahsyat dengan pasukan elit tentara Jepang yang berada dibawah komando Lt. General Takuma Nishimura, di daerah Chemor. Pertempuran yang sangat sengit itu menimbulkan korban yang besar dikedua belah pihak.

Karena gempuran dari pihak tentara Jepang sangat dahsyat, membuat pihak tentara Inggris kerepotan, maka secara diam-diam Gubernur Shenton Thomas merevisi keputusannya yang menolak tawaran agar tentara Inggris melatih anggota-anggota PKM. Dengan segera Lai Tek dihubungi dan diperintahkan untuk menyiapkan para sukarelawan komunis untuk membantu pasukan Inggris. Pemerintah kolonial Inggris juga dengan segera melepaskan para tahanan yang diduga anggota PKM dari penjara.

Sebagai langkah awal Lai Tek mempersiapkan dan mengirimkan 15 orang sukarelawan yang akan dilatih dan dipersenjatai menjadi unit-unit gerilya ke daerah Tanjong Balai oleh pasukan Inggris yang berada dibawah pimpinan agen Frederick Spencer Chapman.

Ketika sedang berlangsungnya negosiasi antara Chapman dan Lai Tek, Komite Central PKM mengadakan pertemuan di Singapore untuk segera menyiapkan semua komite-komite Partai yang berada di Singapore dan Semenanjung Malaya guna melakukan perlawanan perang gerilya melawan aggressor tentara Jepang.

Berikutnya juga dikirimkan 20 orang pemuda Tionghoa yang merupakan anggota PKM menuju Kuala Lumpur, dua atau tiga diantaranya merupakan anggota Komite Partai di Penang. Mereka semua dikirim untuk mengikuti pelatihan militer. Pelatihan militer tersebut dilakukan oleh unit 101 STS, bertempat di Kedah dan Perak bagian utara yang merupakan daerah yang sangat dekat dengan front terdepan tentara Jepang. Pada tanggal 10 januari 1942 yang merupakan hari bersejarah, untuk pertama kalinya dibentuk satu detasemen tentara - Malayan Peoples Anti Japanese Army (MPAJA), yaitu sebuah organisasi perlawanan Rakyat Malaya dibawah pimpinan PKM.

Pelatihan militer itu mencakup: penggunaan bom, senapan dan Tommy Guns yang akan digunakan untuk operasi sabotase jalur logistik Jepang. Setiap detasemen gerilya dipersenjatai oleh dua Tommy Guns, pistol dan beberapa buah granat.

Enam minggu berikutnya setelah berlangsung pertemuan Komite Negara bagian Perak, maka Ong diperintahkan untuk menuju Tanjong Tualang, yaitu sebuah areal pertambangan dekat Batu Gajah, dimana dia diperintahkan untuk menjadi perwira penghubung antara PKM dan Chapman, setelahnya dia diserahi tugas untuk memimpin unit gerilya di wilayah Tanjong Malim.

Didekat kamp gerilya Ong terdapat satu desa yang dihuni oleh orang Malaya keturunan Tionghoa. Disana tinggal beberapa puluh keluarga yang terdapat kl. 100 orang remaja. Ini merupakan hal yang baik karena dari para remaja itu dapat dibentuk menjadi unit-unit propaganda anti Jepang. Maka Ong segera membagi-bagi para remaja itu menjadi unit-unit kecil yang dibagi berdasarkan dialek yaitu Hakka, Teochew, Hailam dan Kwangsi.

Pada bulan april 1942, Ong mendapat perintah agar 1st MPAJA Detasemen yang beroperasi di Tanjong Malim area untuk berkordinasi dengan Chapman. Ini merupakan pertemuan penting, karena pertemuan itu merupakan pertemuan dari anggota gerilyawan Komunis dan wakil dari tentara Inggris.

Kedatangan Chapman bermaksud menjelaskan bagaimana cara untuk mengisolasi kekuatan tentara Jepang melalui perang gerilya jangka panjang yang akan dilakukan bersama-sama antara MPAJA dan tentara Inggris. Dia juga menjelaskan bagaimana pasukan Inggris dapat menyerah kalah kepada Jepang di Malaya dan Singapore.

Dibulan april Ong dipromosikan menjadi anggota Komite pimpinan Partai di Negara bagian Perak. Untuk pertama kalinya dia menghadiri pertemuan anggota pimpinan Partai di tengah hutan daerah Chemor. Agenda penting yang dibahas adalah menyiapkan sayap militer PKM daerah Perak dan menyiapkan struktur organisasi militer serta mengatur mekanisme hubungannya dengan sayap politik (PKM). Pada saat itu sayap militer PKM daerah Perak beranggotakan 300 orang milisia bersenjata, yang rencananya akan akan diperbesar lagi menjadi 500 orang milisia bersenjata. Semua senjata itu didapatkan dari Chapman setelah mereka mendapatkan latihan militer dari sisa-sisa pasukan Inggris.

Dalam pertemuan tersebut juga dihadiri oleh anggota Komite Central PKM yaitu Siao Cung. Dia memaparkan bahwa pertemuan itu merupakan pertemuan penting sebab hal-hal yang dibahas adalah pembangunan sayap militer Partai, yang pada saat itu komite gerilya daerah Perak merupakan sayap militer terkuat dan paling efektif dari kekuatan bersenjata PKM di Semenanjung Malaya.

Sio Chung juga menjelaskan kepada para anggota pimpinan bahwa beberapa minggu sebelumnya sudah dilakukan pertemuan antara Lai Tek dan semua anggota pimpinan Partai di daerah Johor Utara. Pertemuan itu dihadiri oleh para pimpinan dari berbagai macam daerah di Johor, Malaka dan Negri Sembilan. Pada pertemuan itu dibahas soal penguatan dan perluasan infrastructure organisasi Partai serta membesarkan pengaruh Partai dikalangan buruh industry. Tetapi yang paling terpenting dari semuanya adalah membahas masa depan pembangunan aliansi front nasional bersama pemerintahan colonial Inggris dan kaum nasionalis dalam melawan Jepang, serta kemungkinan-kemungkinannya
untuk mendirikan Republik Rakyat Malaya (Malaya Peoples Republic).

Pada pertemuan Chemor itu juga dijelaskan tentang adanya delapan orang penghianat didalam tubuh Partai yang menimbulkan sedikit kerusakan pada organisasi PKM di Singapore.

Setelah pertemuan selesai maka dihasilkan sebuah keputusan yang disetujui oleh Comite Central Partai yang menjadikan PPAJA sebagai bagian dari 5th Resimen MPAJA. Selain itu juga perlu diketahui oleh pembaca bahwa selain berdirinya berbagai macam resimen di dalam tubuh MPAJA, Partai juga mempunyai sayap bersenjatanya sendiri yang berada dibawah pimpinan Comite Central yang diberi nama “mobile unit”, yang bertugas menjaga keamanan dari para petinggi Partai baik itu di Comite Central maupun di Comite-Comite daerah.

Comite Central membagi Comite Negara bagian Perak menjadi dua. Setiap sub comite ditempatkan 2 orang yang bertugas mengurusi masalah militer dan 3 orang yang bertugas untuk mengurus masalah politik. Ong sendiri di tempatkan untuk mengurus masalah politik di sub Comite bagian utara Perak sebagai daerah operasinya yang meliputi Teluk Anson dan Kampar terus kebawah sampai daerah Tanjong Malim. Di Negara bagian Perak ini Ong menjadi orang nomor 3 dari pimpinan PKM.

Tugas Ong dalam adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan keanggotaan Partai, 2. Merekrut para simpatisan kedalam organisasi serikat buruh yang dikenal dengan nama AJU (Anti Japanesse Union), 3. Merekrut para pemuda dan pemudi yang setuju dengan ide-ide Partai dan menempatkan mereka di divisi cadangan/bantuan yang nantinya setelah selesai dilatih mereka akan ditempatkan di kekuatan unit gerilya.

Pada bulan Juli terdengar kabar bahwa Lai Tek berencana akan mengumpulkan semua kader senior pada bulan September. MPAJA diperintahkan untuk mengirimkan 2 orang senior officer sebagai perwakilannya. Setiap Comite negara bagian diperintahkan untuk mengirimkan 1 orang sebagai perwakilan dalam pertemuan itu setidaknya dia itu merupakan anggota senior Comite ataupun Sekertaris Negara bagian.

Lai Tek memerintahkan pertemuan itu dilakukan di tengah hutan di Gua Batu daerah Selangor, tidak jauh dari sebuah desa yang bernama Shi Shan Jiao dalam bahasa China atau Sungai Dua dalam bahasa Melayu. Tanggal 1 September 1942, 40 orang pimpinan tertinggi Partai menghadiri pertemuan itu.
Semua peserta hadir dengan membawa senjata. Detasemen gerilya Selangor menyediakan 10 orang petugas keamanan untuk pertemuan itu. 4 orang gerilyawan perempuan dari Selangor diberi tugas untuk memasak dan menyediakan gubuk-gubuk akomodasi untuk peserta pertemuan.

Lai Tek mengharapkan pertemuan itu mulai dilakukan pada pagi hari tanggal 1 September. Para peserta pertemuan datang siang ataupun malam hari pada tanggal 31 Agustus.

Ternyata dengan tidak di duga sebelumnya, tentara Jepang secara diam-diam sudah mengepung tempat pertemuan itu. Setelah sadar bahwa tempatnya sudah dikepung maka para peserta pertemuan langsung menembakkan senjatanya kearah tentara Jepang dan berusaha meloloskan diri. Pasukan gerilya bertempur habis-habisan sampai orang terakhir. Separuh peserta pertemuan itu mati ditempat dan sisanya mati dalam tembak menembak ketika berusaha meloloskan diri. Kerugian yang besar pun di derita oleh pasukan Jepang, sebab tiga orang perwiranya berpangkat Kolonel, Mayor dan Kapten juga ikut tewas dalam pertempuran itu.

Kejadian itu merupakan peristiwa pertama kalinya dimana terjadi kontak senjata yang besar antara pasukan Jepang dan MPAJA yang mengakibatkan kerusakan yang besar pada Partai. Comite Central menyalahkan kejadian tersebut sebagai akibat di tangkapnya delegasi dari Negri Sembilan ketika menuju tempat pertemuan.

Beberapa minggu setelah kejadian Goa Batu, Comite Negara bagian Perak mendapat perintah untuk membuat satu pertemuan kembali. Pertemuan itu akan dihadiri oleh anggota pimpinan yang masih hidup serta juga dihadiri oleh Sekertaris Jendral Partai yaitu Lai Tek guna membahas peristiwa Goa Batu. Ong yang diperintahkan untuk mempersiapkan pertemuan itu dengan baik segera melakukan persiapan-persiapan, pertemuan itu sendiri dilakukan di dalam perkebunan karet di daerah Bidor yang merupakan daerah yang sangat dikenali betul oleh Ong dan pasukannya.

Lebih dari 20 orang pimpinan Partai menghadiri pertemuan itu dan juga perwakilan dari MPAJA berbagai daerah juga datang ke tempat tersebut. Untuk masalah keamanan Ong berfokus pada 4 orang pimpinan yaitu: Sekertaris Jendral Lai Tek, anggota senior Partai Chai Ke Ming, Sekertaris Partai daerah Perak Ah Nan. Chai dan Ah Nan merupakan dua orang anggota pimpinan yang lolos & berhasil selamat dari peristiwa Goa Batu.

Oleh Ong diatur pertemuan ke empat orang tadi dilakukan didaerah Kampar, sedangkan semua peserta yang lain melakukan pertemuan di daerah Bidor. Hal ini dilakukan untuk mengetatkan keamanan serta mencegah serangan yang tiba-tiba dari pihak tentara Jepang.

Chai berusia 30 tahun merupakan anggota Comite Central dan juga seorang ideolog dalam Partai, dikirim menuju daerah Kampar menggunakan kereta api dan ditempatkan dengan aman di rumah anggota Komunis Perak. Sehari berikutnya Lai Tek juga dikirim menggunakan metode yang sama tapi ditempatkan di rumah yang berbeda. Setelah Chai dan Lai Tek sudah dalam situasi aman, ada dua orang tokoh senior Komunis Perak di tangkap oleh tentara Jepang dalam satu sweeping.

Setelah penangkapan itu maka Chai dan Lai Tek dengan disertai oleh beberapa penjaganya langsung pergi menyingkir keluar kota. Chai pergi menuju sebuah pedesaan yang dihuni oleh etnis China yang bernama Kanching. Lagi-lagi setelah peristiwa Goa Batu, Chai hampir saja kembali tertangkap oleh pasukan Jepang.

Pertemuan di Kampar tidak jadi dilakukan, Lai Tek sendiri bersama beberapa orang penjaganya selamat dapat meloloskan diri dan begitu juga Chai, tetapi dua orang anggota senor Partai yaitu Ah Nan dan deputinya di tangkap oleh Jepang. Ah Nan sendiri akhirnya tewas akibat siksaan tentara Jepang, sedangkan deputinya akhirnya berkhianat dan mau ikut bekerjasama dengan Jepang.

Kampetai sebelumnya juga berhasil menangkap dan mengeksekusi mati Jhang Huang Shi (Huang Chen) orang nomor dua di Partai setelah Lai Tek. Pada saat itu banyak anggota Partai tidak mengetahui kejadian tersebut. Kejadian itu sebagai pertanda untuk pertama kali dimulainya usaha-usaha agen rahasia Jepang (Kampetai) untuk merusak Komite Partai yang berada di Singapore. Dua bulan sesudahnya usaha-usaha perusakan terhadap organisasi Partai semakin massif terus dilakukan oleh Kampetai. Penyerangan Goa Batu adalah salah satu dari usaha-usaha untuk melemahkan kekuatan Partai.

Pada tanggal 26 maret 1942 - satu bulan dan sebelas hari semenjak kejatuhan Singapore ketangan bala tentara Dai Nippon, Kampetai Jepang menangkap seorang pria keturunan China yang bernama Wong Show Tong. Perwira yang melakukan penagkapan itu adalah Mayor Satorou Onishi seorang senior intelejen Kampetai. Kampetai sering melakukan operasi-operasi penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai anti Jepang setelah kekalahan Inggris. Onishi berusia 41 tahun merupakan seorang veteran polisi yang berpengalaman selama 18 tahun pada masa pendudukan Manchuria sampai dengan Malaya.

Setelah menjalani interogasi. Wong mengatakan kepada Onishi bahwa dia adalah anggota Comite Central PKM dengan nama asli Wong Kim Gyock dan dia mengatakan bahwa posisinya adalah Sekertaris Jendral PKM yang mengontrol gerakan Komunis di seluruh Semenanjung Malaya sampai Singapore. Setelah melalui interogasi yang panjang akhirnya orang ini sepakat untuk bekerjasama dengan Jepang. Terjadi proses tawar menawar antara veteran polisi Onishi dengan Wong alias “Lai Tek”. Onishi memerintahkan kepada anggota Kampetai yang lain untuk melayani dengan baik si Wong itu dan sebagai timbal baliknya Wong diperintahkan untuk memberikan laporan langsung kepada Onishi dua kali seminggu. Sebagai langkah awal Wong memberikan nama-nama pimpinan yang merupakan anggota Komite Partai untuk daerah Singapore. Pada bulan-bulan berikutnya Wong juga melaporkan berbagai aktifitas PKM didaerah Johor, Negri Sembilan, Malaka, dan Selangor.

Pada tanggal ditetapkannya pertemuan Goa Batu, Wong alias Lai Tek memberikan informasi lengkap kepada Onishi mengenai jadwal waktu pertemuan, tempat dan daftar delegasi-delegasi yang hadir. Atas dasar informasi tersebut maka Kampetai yang didampingi oleh pasukan regular segera menuju ke distrik Goa Batu. Maka pada malam hari tanggal 31 agustus tentara Jepang sudah bersiap-siap di sekitar tempat pertemuan dan pada pagi keesokan harinya langsung mengadakan penyerangan yang mengakibatkan banyak gugurnya para petinggi PKM.

Awal 1943 gerakan Komunis di Perak menemui kesulitan untuk berhubungan dengan Comite Central Partai di Singapore. Karena pada saat itu usaha-usaha reaksioner yang dilakukan oleh Kampetai dan tentara Jepang terus dilakukan dengan cara terus mempersempit gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Partai baik itu didaerah perkotaan maupun daerah operasi gerilya. Terjadi kevakuman dalam melakukan operasi-operasi militer yang berdasar atas perintah Comite Central, operasi-operasi militer dilakukan atas inisiatif dari pimpinan-pimpinan local daerah Perak. Anggota-anggota Partai, pendukung dan pasukan gerilya berkumpul di kamp yang didirikan oleh mereka sendiri. Pada saat itu kamp yang didalamnya juga terdapat Ong merupakan kekuatan bersenjata PKM yang terkuat dan terbesar di Semenanjung Malaya.

Keanggotaan Partai di daerah Perak tumbuh secara signifikan. Di Batu Gajah terdapat 100 orang anggota, di Sitiawan terdapat 40-50 orang anggota, diantara para penambang di Kinta Valley terdapat lebih dari 500 anggota.

Atas inisiatif Ong maka dilakukan usaha-usaha untuk mengintegrasikan perjuangan di kota-kota atau wilayah-wilayah padat penduduk dengan perjuangan kaum gerilya yang berada di hutan-hutan. Mulai dilakukan pembersihan terhadap para kolaborator Jepang baik itu yang berkebangsaan China, Melayu maupun India. Pasukan gerilya yang dipimpin Ong juga sering melakukan serangan mendadak kepada pos-pos Jepang dan mengambil senjata-senjatanya, mereka tidak hanya melakukan serangan kepada tentara Jepang tetapi mereka juga menyerang petugas administrasi sipil Jepang, yang bekerja pada kantor-kantor administrasi.

Selain itu Ong juga membentuk unit kecil “killing squads” dalam kerangka kerja Anti Japanesse Army (AJA) yang mempunyai target orang-orang local yang bekerjasama dengan Kampetai Jepang, kolaborator dan para informan yang merupakan anggota Partai yang sering menghianati kawan-kawan perjuangannya.

Setelah kematian Sekertaris Ah Nan dan penghianatan Deputi Partai pimpinan Negara bagian Perak, maka Ong yang pada saat itu baru berumur 19 tahun, merupakan orang nomor 3 didalam pimpinan Partai, terpaksa mengambil alih pimpinan Partai di Perak. Khawatir karena usia yang masih sangat muda dan kekurangan dalam memahami komando dari Partai maka Ong menghubungi salah satu anggota Comite Central yang berada di Kuala Lumpur yaitu Chai Ke Ming yang masih bersembunyi di desa Kaching.

Setelah sampai di desa Kaching, maka Ong segera menuju sebuah toko kecil tempat reparasi sepada dan menunggu dibelakang took tersebut, tidak lama kemudian datang 2 orang pengawal yang langsung menodongkan pistolnya di perut Ong. Pada saat itu Ong tidak bersenjata, keduanya lalu menginterogasi. Salah satunya menanyakan kenapa dia masih hidup! Mereka mendengar bahwa Ong telah ditangkap dan ditahan oleh Kampetai Jepang. Setelah berargumen sengit dan mengatakan bahwa dia belum pernah ditangkap dan akhirnya mereka percaya maka kedua orang itu lantas menurunkan pistol yang ditodongkan kearah Ong dan tidak lama kemudian mereka pergi selama satu jam. Ketika mereka kembali lalu mengajak Ong pergi jalan kaki kurang lebih 20 menit menuju sebuah rumah gubuk.

Ketika memasuki rumah itu Ong melihat Chai berjalan sambil tersenyum dan langsung menyalaminya. Dia meminta maaf atas perlakukan kedua pengawalnya tadi dan menjelaskan kenapa hal tersebut dilakukan agar mencegah hal-hal yang tidak diinginkan sebab kegiatan Kampetai untuk menangkapi kader-kader PKM semakin massif dilakukan.

Setelah bertemu maka dilakukan pertemuan siangkat antara Ong dan Chai. Chai menyerahkan sebuah copy dokumen program yang sudah di setujui oleh Partai, yang isinya adalah sbb:

1. Mengalahkan kaum fasis Jepang dan mendirikan republic Malaya.

2. The formation of a national organization composed of representative universally elected from different nationality to govern & protect our motherland. The practice of people’s sovereignity. The improvement of civilian living conditions. The development of industry, agriculture and commerce in order to build up Malaya as a harmonious, free dan felicitious country

3. Freedom of speech, freedom of the press and freedom of assembly. The abolition of oppressive laws and the release of all prisoners dan anti-Japanesse captive.

4. The abolition of high unnecessary taxation dan high-interest money-lending.

5. Melakukan reorganisasi tentara Malaya Anti-Jepang dan mengintegrasikannya kedalam pasukan pertahanan Malaya. Memberikan bantuan kepada setiap veteran pejuang gerilya beserta keluarganya dan juga keluarga dari para pejuang gerilya yang tewas.

6. Pembangunan kebudayaan nasional yang ilmiah dan demokratis serta pendidikan gratis bagi rakyat.

7. Melakukan penyitaan kepada semua asset fasis Jerman, Italia dan Jepang serta juga melakukan penyitaan kepada semua asset para penghianat dan kaum kolaborator.

8. Membangun hubungan dagang dengan negara-negara sahabat.

9. Membentuk Blok persatuan dengan Rusia & China dalam mendukung perjuangan untuk kemerdekaan dari Negara-negara tertindas di Timur Jauh.

Dalam pertemuan itu juga disetujui untuk menata ulang hubungan Comite Central dan Comite Partai di Perak. Setelah pertemuan selesai maka Ong kembali ke Kampar dengan copy manifesto program PKM. Atas perintah Lai Tek maka Chai kembali ke Singapore.

Dengan kembalinya Chai ke Singapore maka dia menggantikan posisi petinggi Partai Huang Chen yang telah tewas dieksekusi oleh Jepang. Tidak lama kemudian Chai hilang tidak diketahui keberadaannya, bertahun-tahun setelah Jepang takluk di Malaya baru diperoleh informasi bahwa dia ditangkap oleh Kampetai ketika melakukan pertemuan dengan Lai Tek di Ai Tung Primary School. Dan kemudian dia diesksekusi oleh Jepang.

Ong baru saja dua minggu kembali ke Kampar ketika datang utusan dari Lai Tek yaitu Siao Ping yang mengatakan bahwa dia ditugaskan untuk menjadi pimpinan Comite Negara bagian Perak. Ong mengenal Siao Ping ketika masih dalam masa-masa perjuangan dibawah tanah. Dia dulu pernah bekerja di perusahaan percetakan di Ipoh. Siao Ping berumur 30 tahun dan ketika Ong bertemu dengannya segera dia bertanya mengenai akomodasi untuk dia dan istrinya. Partai menempatkan dia pada sebuah rumah di dekat Malim Nawar. Dia bertempat tinggal disana tidak lama sebab ketika itu ada panggilan untuk dilakukan pertemuan di Singapore bersama Lai Tek. Ketika melakukan perjalanan kembali ke Singapore dari Kuala Lumpur dengan menggunakan kereta api pada satu daerah di Selangor Siao Ping ditangkap pada saat operasi rutin dilakukan oleh Kampetai.

Ketika dilakukan interogasi kepada Siao Ping, Kampetai menawarkan kerjasama untuk jadi double agent Jepang. Pada saat itu Siao Ping menginformasikan keberadaan Comite Negara bagian Selangor yang berada pada pedesaan diluar kota Kuala Lumpur. Dengan segera Kampetai melakukan pengintaian kedaerah tersebut dan didapati ada sebuah gubuk kecil beratap ilalang di areal pabrik jagung, terlihat ada 3 orang yang sedang melakukan pertemuan disana. Ternyata mereka merupakan tiga pimpinan Komunis Selangor. Karena pada saat pengintaaian Kampetai Jepang agak berisik keberadaan mereka segera diketahui oleh ketiga orang itu, lalu mereka meloloskan diri lewat pintu belakang dan masuk kedalam pada ilalang yg luasnya ribuan meter itu. Mereka sebetulnya mengetahui bahwa Siao Ping di tangkap, tetapi mereka tidak menyangka bahwa Siao Ping akan berkhianat. Sebab dia dikenal sebagai seorang yang sangat kuat baik mental maupun fisik.

Bulan Juni tahun 1943 segera setelah Siao Ping ditangkap, Lai Tek memutuskan untuk bertemu dan bertatap muka dengan Ong. Untuk memenuhi undangan Lai Tek, Ong melakukan perjalanan menuju desa Kanching, dimana disana telah menunggu seorang kurir wanita, setelah mereka bertemu lalu melanjutkan perjalanan selama 1 jam dengan berjalan kaki sampai bertemu dengan satu buah gubuk kepunyaan seorang petani sayuran. Ong diperintahkan untuk bermalam digubuk tersebut karena pagi hari esok akan bertemu dengan Lai Tek. Pemandangan tampak berupa berbukitan di sekeliling gubuk itu. Daerah itu sekarang dikenal dengan nama Taman Nasional Templer.

Hari berikutnya kurir wanita tersebut kembali menemui Ong dan mengajaknya untuk menuju sebuah rumah yang berada di puncak bukit. Ketika sampai disana Ong melihat pukul 10 pagi, tidak lama kemudian Lai Tek muncul seperti layaknya pengusaha China karena tampak dari pakaiannya. Untuk alasan keamanan Ong dilarang untuk melihat dengan mobil apa mereka datang dan dimana mereka memarkir kendaraan tersebut. Dengan segera kurir wanita itu keluar untuk memberi salam kepada Lai Tek. Setelah Lai Tek masuk kedalam ruangan beserta sekertarisnya, maka kurir wanita itu memperkenalkan secara singkat identitas tamu yang baru datang setelah selesai dia langsung keluar.

Maka diruangan itu terjadi pertemuan 3 orang yaitu: Lai Tek, Sekertarisnya dan Ong. Pertemuan tersebut dilakukan dalam bahasa Mandarin.

Ong mencatat bahwa Lai Tek berbicara dengan logat Vietnam yang kental. Lai Tek sebetulnya bukan orang China, bagi Ong dia itu terlihat seperti campuran Eropa dan Asia, berkulit gelap dan bertubuh semampai kira-kira 165 cm, dilihat sekilas tampaknya Lai Tek sedang sakit/kurang sehat. Pertemuan dimulai dengan laporan Ong mengenai aktifitas partai di negara bagian Perak, kemudian dilanjutkan membahas mengenai tertangkapnya Siao Ping oleh Kampetai dan aktifitas Siao Ping sebelum dia kembali ke Singapore. Diskusi berlangsung selama 2 hari yang setiap harinya selesai setiap pukul 5 sore.

Sehabis pertemuan Lai Tek selalu kembali ke Kuala Lumpur guna menghindari jam malam yang diberlakukan oleh Kampetai. Pertemuan di hari kedua diawali dengan penjelasan Lai Tek tentang gerakan Komunis Internasional (Kominform), dia berbicara panjang lebar dengan sangat baik tata bahasanya. Pada saat itu Ong sungguh terkesima melihat sosok Lai Tek dan dia merasa bahwa Partai berada dibawah pimpinan yang tepat.

Setelah 4-5 minggu dilakukan pertemuan itu, maka Lai Tek mengangkat Ong sebagai Sekertaris Partai Negara bagian Perak. Surat keputusan itu disampaikan oleh seorang kurir anggota perlawanan bawah tanah. Setelah pengangkatan itu maka antara Ong dan Lai Tek sering mengadakan surat menyurat saling bertukar informasi mengenai kondisi organisasi dan juga membahas metode perlawanan melawan tentara pendudukan Jepang. Dari sudut pandang Ong tampaknya pimpinan Partai sangat puas dengan usaha-usaha pembangunan Partai di Negara bagian Perak yang dipimpinnya.

Usaha-usaha untuk pengembangan dan perjuangan Partai membutuhkan dana, salah satu sumber dana terbesar didapatkan melalui penyelundupan beras dari Siam Selatan (Thailand). Usaha penyelundupan beras itu juga dibantu oleh kawan-kawan setempat dari gerakan Komunis Siam. Setelah mendapat restu dari Sekertaris Jendral Partai Komunis Siam (PK Thailand), Li Chee Shin alias Lao Hey maka kerjasama semakin erat dilakukan. Lao Hey mengirim sepucuk surat kepada Lai Tek yang membahas tentang kemungkinan kerjasama yang lebih kongkrit diantara dua partai Komunis dari dua negara yang saling bertetangga itu.

Lao Hey pada saat itu merupakan seorang Komunis legendaris di lingkaran gerakan Komunis regional. Lahir di Hainan, setelah remaja dia pindah menuju Singapore dan bergabung dengan PKM. Tahun 1932 dia menjadi pimpinan gerakan pemuda Partai. Di tahun yang sama karena aktifitas politiknya Lao Hey ditangkap oleh polisi dan dideportasi. Setelah tiba di Hongkong Lao Hey mencoba membangun kontak dengan gerakan Komunis setempat. Beberapa bulan kemudian atas bantuan teman-temannya di Hongkong dia berhasil menyelundup masuk ke Bangkok dan bekerja disana. Tidak lama kemudian dia menjadi salah satu pimpinan gerakan Rakyat di Siam.

Bekerja sama dengan unit “Force 136”

Unit Force 136 pertama tiba di Malaya diselundupkan masuk oleh angkatan laut Belanda lewat pantai di daerah Pangkor dekat Segari pada tanggal 24 May 1943 dibawah pimpinan Kapten John Davis (Sebelum perang pendudukan melawan Jepang di Negara Federasi Malaya, Davis masuk di jajaran kepolisian Negara pada tahun 1930), Ng Chey Sin dan 4 orang agen rahasia China. Mereka merupakan bagian dari operasi Gustavus 1. Pada bulan September juga ada 3 kali penyusupan yang dilakukan oleh kelompok ini, termasuk didalamnya terdapat Lim Bo Seng alias Tan Kim Seng seorang agen rahasia Kuomintang yang juga merupakan bagian dari Force 136. Force 136 membangun kontak dengan Ong (Chin Peng) pada tanggal 30 September 1943.

Pada awalnya mereka menyurati Ong untuk bisa bertemu. Setelah membaca surat itu maka Ong segera melaporkan kepada Comite Central dan juga Lai Tek. Pada awal Lai Tek langsung menyuruh Ong untuk bertemu dengan Kapten John Davis tetapi Ong menolaknya karena bertemu dengan mereka kapasitas Ong sebagai apa? Maka Ong segera meminta otorisasi dari Partai jika bertemu dengan mereka. Setelah mendapat otorisasi dari Partai maka Ong langsung menemui Davis di daerah yang sudah disepakati di dekat Kuala Lumpur sekitar Goa Batu. Ong datang kesana sebagai perwakilan dari AJU (Anti Japanesse Union) dan AJA (Anti Japanesse Army).

Dalam pertemuan itu Davis tidak banyak berbicara dia hanya mendengar keterangan dari Ong (belakangan baru diketahui bahwa sebetulnya Davis sudah banyak mendapat laporan dari Lai Tek yang juga merupakan agen Inggris - Lai Tek triple agent - Inggris/Jepang/Komunis). Comite Partai di Negara bagian Perak yang dipimpin oleh Ong merupakan organisasi Partai yang paling kuat dan paling besar baik dilihat dari sayap politik maupun sayap militer di Semenanjung Malaya dan Singapore dan pengaruh Lai Tek sangat kecil.

Lai Tek pada saat itu juga mulai membangun kontak dengan Inggris, karena setelah dia tahu kedatangan force 136 dan mendengar berita yang berkembang bahwa Jepang mulai terdesak, Lai Tek berharap jika Jepang kalah maka dia dapat berkolaborasi dengan Inggris ketika kembali menguasai Semenanjung Malaya dan Singapore. Kontak dia selama ini kepada Onishi tetap dilakukan dan terus memberikan informasi yang akurat mengenai perkembangan PKM dan MPAJA. Lai Tek selama ini tetap tinggal di Singapore dibawah lindungan Onishi dan setiap dia melakukan kunjungan ke daratan Semenanjung Malaya, dia harus berkordinasi dengan Onishi supaya nanti disana menggunakan kendaraan yang sudah disediakan oleh Jepang.

Perjanjian kerjasama antara MPAJA dengan komando pasukan sekutu di Asia Tenggara SEAC) ditandatangani di kamp Blantan pada tanggal 31 december 1943. Akibat dari perjanjian kerjasama tersebut meningkatkan semangat di kedua belah pihak. Tapi walaupun kerjasama itu sudah disepakati belum terdapat radio yang menghubungkan antara kamp gerilyawan dengan pusat komando SEAC di Colombo (Srilanka).

Tiga bulan sebelumnya sudah dilakukan pertemuan antara Ong dan John David serta Richard Broome, pada pertemuan itu karena terkesan dengan Ong maka mereka menyerahkan satu perangkat radio penghubung tentara Inggris MK 111 receiver/transmitter. Tapi kedua orang Inggris tersebut ragu bahwa radio tersebut dapat memancarkan gelombangnya sampai ke Colombo. Radio penghubung tersebut diletakkan didaerah dimana terdapat pasukan terkuat MPAJA berada.

Selain radio itu Inggris juga memberikan radio berukuran besar merek Philips yang Ong tempatkan disatu daerah yang berada dibawah control departemen propaganda State Comite. Karena sudah memiliki dua radio relay maka MPAJA dapat mendengar semua berita dari luar negeri terutama berita mengenai pergerakan tentara Sekutu di Asia Pasific dan berita mengenai kondisi pasukan Jepang di Asia Tenggara. Pada saat itu mendengarkan radio siaran luar negeri bagi Jepang merupakan perbuatan subversive jika ketahuan bisa di tangkap dan ditembak mati, Rakyat hanya boleh mendengarkan radio dari stasiun radio lokal yang dikuasai oleh tentara Jepang.

Di Perak Ong memimpin 5 unit pasukan gerilya yang selalu bergerak mobile. Setiap unitnya terdiri dari 15 orang yang masing-masing mempunyai pistol, beberapa buah granat yang terikat pada sabuk dan masing-masing unit terdapat 2 tommy guns. Wilayah operasinya meliputi Bidor, Tanjong Malim, Teluk Anson dan Sitiawan. Pasukan gerilya yang terbesar dan paling ditakuti beroperasi di Ipoh karena mereka semua dipersenjatai lengkap dengan Tommy guns, pasukan tersebut sering melakukan serangan mendadak terhadap patrol-patroli Jepang dan kadang dalam serangan itu sampai-sampai satu regu tentara Jepang mati semua. Lalu senjata-senjata dan peluru tentara Jepang itu diambil untuk mempersenjatai unit pasukan gerilya yang lain.

Peristiwa yang paling terkenal ketika mencuri senjata pos tentara Jepang di Jelapang. Pada saat itu 4 orang pasukan gerilya menyamar sebagai tentara Jepang dengan mengenakan seragam lengkap, ketika sampai di pos tersebut mereka melapor untuk izin mengambil 2 peti senapan dan amunisi. Pasukan Jepang yang bertugas piket pada waktu itu mengizinkannya tanpa memeriksa dengan teliti bahwa tentara yang datang itu dari regu mana. Setelah itu mereka pergi berjalan kaki sambil membawa peti-petinya. Pasukan gerilya mendapatkan 20 pucuk senapan beserta amunisinya tanpa ada pertumpahan darah. Contoh penyerangan yang lain adalah pada waktu ada ada beberapa perwira Kampetai Jepang baru saja datang di sebuah kedai kopi kepunyaan orang China, terlihat mereka membawa pistol Mauser buatan Jerman, sambil menikmati kopi dan makanan kecil mereka tampak sedang mengobrol, tanpa disadari di sekitar mereka sebetulnya juga duduk anggota-anggota pasukan gerilya yang sedang menyamar, tanpa menunggu waktu lebih lama lagi, pasukan gerilya mencabut pistolnya langsung menembaki para perwira Kampetai itu dan semuanya tewas ditempat. Sebagai informasi selama masa pendudukan Jepang di Negara bagian Perak telah dibunuh oleh pasukan gerilya sebanyak 150 orang yang dianggap sebagai kolaborator Jepang, mereka terdiri dari orang China dan Melayu.

Bulan Oktober 1944, Lai Tek mengadakan pertemuan bagi semua kader senior PKM dari daerah Johor, Pahang, Selagor sampai Perak di sebuah hutan dekat Selangor - kota Serendah, sebelah utara Kuala Lumpur. Ong sebagai pemimpin pasukan gerilya Negara bagian Perak bersama kawan baiknya yaitu Liao Wei Chung juga pergi ke pertemuan itu. Perjalanan menuju ke tempat tersebut mereka berjalan kaki selama 2 minggu lamanya. Untuk alasan keamanan mereka menolak untuk menggunakan sarana transportasi konvensional seperti mobil, kereta, motor atau sekalipun sepeda.

Pada pertemuan itu Lai Tek memprediksikan akan segera terjadi serangan laut dari pasukan aliansi sekutu yang dipimpin oleh Inggris ke Malaya dan Singapore. Dia memerintahkan agar Partai menyiapkan hal-hal penting yang akan mendukung kedatangan pasukan sekutu itu. Seperti sudah dikatakan diatas perjanjian kerjasama antara PKM dan pasukan sekutu ditandatangani di kamp Blantan pada bulan December 1943.

Lai Tek menjelaskan hanya menyangkut bagian-bagian umum saja. Dia meminta agar semua kader berjanji untuk bersikap kooperatif dengan Inggris, karena dengan kembalinya mereka akan menolong perjuangan PKM. Bantuan dari pihak Inggris akan diberikan dalam bentuk persenjataan dan keuangan. Lai Tek memberikan garis besar perubahan struktur pasukan gerilya untuk mendukung operasi di masa depan. Pasukan gerilya dipecah menjadi 2 bagian. Satu pasukan gerilya merupakan “pasukan terbuka”, pasukan ini yang nantinya akan mendukung dan bekerjasama dengan Inggris ketika mendarat di Semenanjung Malaya dan Singapore dan pasukan gerilya lain menjadi pasukan bawah tanah Partai.

Semua kader politik, para gerilyawan terbaik yang paling berpengalaman dalam perjuangan ditempatkan di pasukan bawah tanah. Dalam hal ini pasukan rahasia/bawah tanah itu bekerja secara independen. Lai Tek menjelaskan kepada semua kader-kader bahwa pasukan bawah tanah ini nantinya yang akan berjuang melawan Inggris untuk melakukan perang pembebasan nasional di Semenanjung Malaya dan Singapore setelah Jepang kalah.

Setelah mendapat penjelasan dari Lai Tek maka pertemuan mensepakati untuk merubah organisasi perlawanan yang tadinya bernama Anti Japanesse Army (AJA) menjadi Malayan Nasional Liberation Army (MNLA) - Tentara Pembebasan Nasional Malaya, dan merubah organisasi Anti Japanesse League - Liga Anti Jepang menjadi Liga Pembebasan Nasional Malaya (Malayan National Liberation League – MNLL). Sebelum kedatangan pasukan Sekutu Lai Tek meminta agar semua pasukan gerilya dapat mempertahankan wilayah gerilyanya dengan baik. Serangan dapat dilakukan untuk merebut sedapat mungkin kota-kota kecil. Menguasai tempat-tempat semacam Bank, kantor pos dan stasiun-stasiun kereta api di kota-kota tersebut. Dan juga perlu dengan segera menyiapkan petugas administrasi untuk mengelola administrasi kota. Hindari usaha-usaha untuk melakukan penyerangan kepada kota-kota besar semacam Ipoh, Penang, Kuala Lumpur atau Singapore karena tentara pendudukan Jepang masih terlalu kuat.

Demi mendukung aksi-aksi gerilya juga dipersiapkan kepada kader-kader bawah tanah yang ada di kota-kota untuk semakin memperkuat aksi-aksi pengorganisasian kaum buruh dan miskin kota untuk melakukan pemogokan-pemogokan pada waktunya nanti. Kenapa ada perubahan besar dalam strategi perjuangan di kalangan pimpinan PKM, hal ini disebabkan karena pertempuran di Asia Pasific semakin menjelaskan keterdesakan Jepang oleh serangan pasukan Sekutu. Jepang sudah dalam kondisi bertahan dan mulai mundur dari daerah-daerah yang dikuasai. Lai Tek yang sudah membangun kontak dengan Inggris harus mereposisi garis Partai untuk merespon perkembangan terbaru itu. Tetapi semua peserta pertemuan tidak menyangka bahwa tidak lama kemudian Jepang akan menyatakan menyerah kalah karena sebab dua kota besarnya yaitu Hirosima dan Nagasaki di bom atom oleh Amerika Serikat yang merupakan pimpinan pasukan Sekutu di Asia Pasific.

Lai Tek juga melihat bahwa satu saat nanti jika Inggris kembali pasti mereka akan meminta semua persenjataan dari pasukan gerilya yang sudah pernah diberikan sewaktu melawan pasukan pendudukan Jepang. Oleh karena itu maka maka pasukan gerilya dipecah bentuk organisasinya.

Setelah pertemuan selesai maka semua delegasi dari Johor, Pahang, Selangor dan Perak kembali ke tempat mereka masing-masing dan mulai membangun organisasi pasukan gerilya bawah tanah. Nantinya pasukan gerilya itu terkenal dengan nama pasukan Mi Mi Tui (Pasukan bawah tanah). Sampai dengan kejatuhan Jepang di Malaya baik Inggris maupun tentara Jepang tidak mengetahui keberadaan divisi pasukan ini.

Tanggal 1 Febuary 1945, usaha untuk membangun kontak radio dengan dengan SEAC di Colombo (Srilanka/Ceylon) berhasil dilakukan. Kapten Davis mengundang Ong untuk membahas tentang kemungkinan-kemungkina untuk mendrop bantuan udara di daerah Perak di sebuah daerah pertambangan di jalan Tapah-Bidor pada tanggal 26 Febuary 1945. Pada operasi penerjunan bantuan itu akan terdiri dari 2 orang Eropa, 2 perangkat radio operator dan dua ton barang seperti senjata, makanan, pakaian, ransel, tenda dan sebagainya.

Setelah kedatangan bantuan tersebut Kapten Davis meminta Ong untuk menyiapkan tambahan 400 orang pasukan gerilya yang akan dipersenjatai lengkap. Pada saat itu pasukan gerilya yang berada dibawah pimpinan Ong (daerah Perak) berjumlah 500 orang, dengan ditambahnya pasukan baru maka total pasukan gerilya berjumlah 900 orang. Inggris menyiapkan pasukan gerilya PKM disepanjang daerah utara sampai selatan jalan utama yang sejajar dengan jalur kereta api. Rencananya jika pasukan Inggris sudah datang maka tugas pasukan gerilya adalah mensabotase dan menghancurkan infrastruktur pendukung yang menghubungkan seluruh Semenanjung Malaya, sehingga jalur menuju Singapore putus, dengan demikian mengakibatkan terputusnya bantuan darat perbekalan tentara Jepang jika terjadi pertempuran.

Selain bantuan yang sudah disebutkan tadi pihak Inggris juga memberi bantuan berupa emas dan uang Jepang untuk keperluan pembelian makanan bagi pasukan gerilya. Setiap bulannya untuk pasukan gerilya Inggris memberikan uang sebesar 3000 pounds untuk melakukan operasi-operasi militer.
Operasi angkatan laut dan udara Inggris yang akan merebut kembali Semenanjung Malaya dan Singapore dinamakan Operasi Zipper. Rencananya operasi ini akan dilakukan pada pertengahan bulan Agustus atau paling lambat bulan November 1945. Dari tanggal 1 sampai dengan tanggal 15 juli telah diterjunkan lewat penerbangan sebanyak 111 orang yang terdiri dari prajurit Inggris dan Gurkha ke sejumlah wilayah hutan Malaya, tempat dimana merupakan zona pendaratan sudah di jaga oleh pasukan gerilya PKM, sehingga operasi penyusupan berjalan mulus dan aman.

Persediaan senjata pasukan gerilya yang berasal dari bantuan Force 136 hanya 10% dari total senjata yang dimiliki oleh pasukan gerilya, sisa senjata-senjata yang lain adalah hasil rampasan dari pihak tentara Jepang yang mati akibat serangan-serangan para gerilyawan atau senjata-senjata itu diperoleh dari sisa-sisa pertempuran antara pasukan Jepang dan pasukan Inggris tahun 1942, biasanya Jepang tidak mengumpulkan senjata-senjata dari tentara Inggris yang tewas dalam pertempuran. Sumber senjata yang lain adalah ketika Jepang menyerah kalah karena sudah di bom atom oleh Amerika, pasukan Jepang yang masih berada di Malaya diperintahkan mundur menuju Singapore oleh Inggris, biasanya mereka meninggalkan begitu saja senjata-senjata yang masih ada di pos-pos penjagaan, kesempatan itu tidak disia-siakan oleh para gerilyawan untuk mengambil senjata tersebut dan dibawa masuk ke hutan. Jumlah total persenjataan yang berhasil dimiliki oleh pasukan gerilya bawah tanah (Mi Mi Tui) sebanyak kl. 5000 pucuk senapan yang terdiri dari senapan, Tommy guns dan Bren.

Pada pertengah bulan Agustus diadakan pertemuan Comite Partai Perak didaerah Ayer Kuning, sebuah kota kecil didekat Kampar. Ketika pertemuan itu sedang berlangsung tiba-tiba saja dari luar masuk sekertaris pribadi Ong yang menyampaikan berita tentang kejatuhan Jepang. Dia mendengar berita tersebut dari radio India yang mengatakan bahwa baru saja Kaisar Hiroito mengumumkan pernyataan bahwa Jepang menyerah kalah kepada Sekutu pada pertempuran di Asia Pasific. Pernyataan itu berarti menandai berakhirnya perang dunia ke dua di Asia Pasific. Oleh semua peserta pertemuan langsung disambut dengan perasaan gembira setelah mendengar berita tersebut. Pertemuan kemudian dilanjutkan kembali tetapi tidak membahas tentang Jepang, semua peserta membahas keputusan dari pertemuan Oktober tahun 1944 yang dipimpin oleh Lai Tek sendiri mengenai perubahan strategi dan taktik perjuangan jika Jepang sudah kalah dan Inggris kembali masuk untuk menguasai Semenanjung Malaya dan Singapore.

Keputusan pada pertemuan waktu itu adalah jika Jepang kalah dan Inggris berusaha masuk kembali ke Malaya maka PKM akan melakukan perang revolusioner untuk pembebasan nasional di Semenanjung Malaya dan Singapore. Organisasi sayap bersenjata yang memimpin perang revolusioner itu dinamakan MNLA - Malayan National Liberation Army dan organisasi sayap politknya dinamakan Malayan National Liberation League (MNLL), kedua organisasi itu dibawah kepemimpinan PKM.

Tanggal 25 Agustus 1945, semangat revolusioner para kader-kader didalam Partai sedang sangat tinggi-tingginya. Mayoritas pasukan gerilya di seluruh Semenanjung Malaya dan Singapore tengah bersiap-siap untuk melanjutkan perjuangan bersenjata bersama rakyat melawan kembalinya pemerintahan kolonial Inggris.

Catatan:

Sesudah perang selesai, Chin Peng dipanggil ke London untuk menerima penghargaan prestisius, OBE (Order of British Empire), karena berjasa memimpin perlawanan terhadap Jepang. Tetapi tekadnya untuk bisa merebut kemerdekaan bagi tanah airnya dari kekuasaan penjajah Inggris, memaksanya untuk kembali masuk ke hutan bersama kawan-kawannya ex-pasukan gerilya MPAJA, dan dimulailah perang gerilya jangka panjang melawan tentara pendudukan Inggris dan pemerintahan bonekanya sampai ditandatanganinya perjanjian damai antara PKM, Pemerintahan Malaysia dan Pemerintahan Thailand pada tahun 1989.

Pada bulan Maret 1947 dilakukan peradilan terhadap para pemimpin tentara Jepang di Singapore Victoria Memory Hall akibat pembunuhan besar-besaran orang China selama masa pendudukan. Salah satu pemimpin Jepang yang diadili adalah Mayor Satorou Onishi. Dalam investigasi yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, Onishi menceritakan secara detail dan lengkap hubungannya dengan Lai Tek dari tahun 1942 sampai dengan tahun 1945 dan dia juga menyerahkan semua dokumen-dokumen laporan mingguan Lai Tek. Akibat pengakuan itu menimbulkan kehebohan dan kegemparan di kalangan orang Inggris, Melayu, China dan India di seluruh Semenanjung Melayu dan Singapore.

Pada saat pengakuan itu Lai Tek sedang berada di luar negeri, ketika dia berada di kota Bangkok, oleh beberapa anggota Partai Komunis Siam (Thailand Communist Party) Lai Tek dibunuh karena dianggap penghianat, jenazahnya dibuang ke sungai Chao Praya dan tidak pernah ditemukan.

Pada usia 23 tahun, Chin Peng diangkat menjadi Sekertaris Jendral PKM, karena usianya yang terlalu muda itu dia mengatakan:

“When I became Secretary General of the CPM, many of comrades were a decade or older than me. It was difficult to dismiss reservation that I was, perhaps too young for the job. Looking at the copy of my birth certificate at the time, I felt it better for all concerned that my relagation to an even younger at brecket be kept largerly to myself. I shared my feeling with my Party colleagues. Age was not the issue, after all. The issue was conviction & how much I was willing to give for it.”

Sejak tahun 1948 posisinya langsung berubah. Bukan lagi pahlawan perang yang dielu-elukan oleh Inggris tetapi dinyatakan musuh nomor satu yang harus digantung.

Dalam biografinya Chin Peng, berujar:

“Saya dua kali terjun dalam perang, melawan Jepang dan kemudian dilanjutkan menentang Inggris. Selama puluhan tahun, hutan belukar merupakan tempat tinggal ku.”

“Kalian bisa mengatakan saya salah. Kalian juga bisa mengatakan perjuangan saya gagal. Tetapi, saya hanya ingin menjelaskan bagaimana itu semua terjadi dan bagaimana saya mengalaminya serta semua itu saya lakukan demi mengejar suatu impian yaitu untuk membebaskan rakyat Malaya dari segala macam derita penjajahan.”

Kronologi Perjuangan Anti-penjajah, Anti Jepang dan Kemerdekaan di Semenanjung Melayu dan Singapore

1786 Inggris menaklukan dan menjajah Semenanjung Malaya (termasuk Singapore) secara berangsur-angsur. Sebagian Sultan, para pemuka-pemuka masyarakat dan rakyat bangkit melawan melawan penjajahan Inggris, tetapi menghadapi penindasan yang kejam.

1900 Seiring dengan pembangunan usaha penambangan biji timah dan penanaman karet, ekonomi Malaya menjadi makmur. Tenaga kerja dari China daratan dan India dibawa masuk secara besar-besaran untuk menjadi buruh di tambang biji timah dan perkebunan karet.

1930 Krisis ekonomi besar melanda dunia - kemerosotan ekonomi juga melanda Malaya.

1937 Jepang menyerbu China. Emosi anti-Jepang meluap-lua dikalangan orang Malaya khususnya orang China.

1941 Jepang menyerbu Malaya. Rakyat bangkit melawan penyerbuan Jepang. Pihak penjajah Inggris terpaksa membekalkan senjata dan melatih ketentaraan kepada para pejuang anti-Jepang. Beberapa ratus aktifis Anti-Jepang yang telah menerima latihan kemiliteran di Singapore, kembali ke Semenanjung Malaya dan membentuk Tentara Rakyat Malaya Anti-Jepang (MPAJA).

1941-1945 Jepang menguasai Malaya. Perang Anti-Jepang semakin hebat berkobar.

1945 Jepang menyerah kalah. MPAJA mengambil-alih tampuk penguasaan Semenanjung untuk sementara waktu.

1946 Penjajah Inggris kembali menguasai Malaya. Mereka kembali melakukan penindasan yang sangat kejam kepada Rakyat agar dapat menguasai Malaya sepenuhnya.

20 Juni 1948 Penjajah Inggris melaksanakan penguasaan tentara dengan memberlakukan Undang-Undang Darurat, menangkap dan memenjarakan rakyat yang berani menentangnya. Partai Komunis Malaya (PKM) melancarkan perjuangan bersenjata.

1949 Partai Komunis China mendirikan Republik Rakyat China (RRC)

1950-1955 Pasukan utama gerilya PKM mundur ke Sempadan Malaya-Thailand. Perjanjian damai “Baling” antara PKM dan Pemenrintahan Kolonial Inggris gagal.

1957 Penjajah Inggris terpaksa membenarkan Malaya merdeka, tetapi tetap menguasai bidang ekonomi dan ketentaraan.

1948-1960 400.000 orang tentara angkatan perang raksasa terdiri dari tentara Inggris, Fiji, New Zealand, Australia dan Nepal (Gurkha) berperang untuk melawan pasukan gerilya PKM di Malaya.

1960-1968 Gabungan organisasi kiri bergerak aktif di Malaya dan Singapore, tetapi mendapat penindasan yang sangat kejam dari pemerintah yang berkuasa.

1963 Persekutuan Malaysia yang terdiri dari Semenanjung Tanah Melayu (Malaya), Singapore, Sabah dan Serawak didirikan. Konfrontasi – pertentangan militer dan politik dahsyat terjadi antara Indonesia dan Malaysia.

1965 Singapore berpisah dengan Malaysia dan Republik Singapore didirikan. Jendaral Suharto menggulingkan pemerintahan Sukarno. Ratusan ribu penyokong gerakan kiri, orang-orang Komunis dan pendukung Sukarno di bunuh lewat pembantaian yang sangat kejam.

1970an Partai Komunis menguasai pucuk pemerintahan Negara-negara di kawasan IndoChina yang termasuk didalamnya Vietnam, Laos dan Kamboja. Gerakan pelajar untuk menentang pemerintah yang sewenang-wenang di Malaysia dan Singapore semakin berkembang, gejala itu juga nampak di Thailand dan Filiphina.

1966-1976 Revolusi Besar Kebudayaan Proletar (RBKP) terjadi di China. Pemerintahan Malaysia dan Singapore memburu aktifis-aktifis kiri dan para pembangkan dengan menggunakan “Internal Security Act (ISA) secara besar-besaran.

1989 PKM, Pemerintahan Kerajaan Thailand dan Pemerintahan Malaysia, menandatangani persetujuan damai “Haadyai”. PKM meletakkan senjatanya setelah melakukan perlawanan gerilya di hutan-hutan Semenanjung Tanah Melayu selama kl. 48 tahun. Pada saat itu pasukan gerilya PKM yang dipersenjatai dengan senapan otomatis AK dan M-16 berjumlah kl. 1200 orang.

DAFTAR PUSTAKA

• Koran KOMPAS, rubrik Pustakaloka, edisi hari Sabtu tanggal 20 Maret 2004

• Alias Chin Peng - My Side of History, Recollections of the guerilla leader who waged a 12-year anti-colonial war against British and Commonwealth forces in the jungles of Malaya, Penerbit Media Masters Pte Ltd Singapore, September 2003.

• Dialogues with Chin Peng: New Light on the Malayan Communist Party, Singapore University Press - NUS Publishing, 2004.

• Agnes Kho, Hidup Bagaikan Mengalirnya Sungai - Wanita Dalam Perjuangan Anti-Kolonial di Malaya, Penerbit Hasta Mitra, 2007

sumber http://arie-widodo.blogspot.com/2009/08/biografi-singkat-chin-peng-alias-ong.html

Pengakuan Mantan Tentara Israel

| | | 0 komentar
Setelah dihebohkan oleh sebuah foto di Facebook yang menggambarkan seorang tentara perempuan Israel membelakangi beberapa pria Palestina yang ditahan dengan mata terikat, kini dua perempuan yang pernah menjalani wajib militer di angkatan bersenjata Israel berbicara tentang pengalaman serupa.

Adalah Inbar Michelzon, seorang wanita Israel yang membuka tekanan dari dalam batinnya, setelah menjalani dua tahun wajib militer di Angkatan Pertahanan Israel (Israeli Defence Force atau IDF).

Satu kata yang tercoret di dinding Hebrew University of Jerusalem telah menggerakan hati Michelzon.

Kata itu adalah 'occupation' (pendudukan).

"Saya merasa seperti seseorang yang telah membicarakan sesuatu yang tabu," kata Michelzon di sebuah kafe di Tel Aviv, seperti yang dikutip The Guardian, Minggu (22/8).

"Itu benar-benar mengejutkan saya. Ada sebuah grafiti yang berbunyi, 'akhiri pendudukan', dan saya merasa, OK, sekarang saya bisa berbicara tentang apa yang saya telah saya saksikan," sambung Michelzon.

Michelzon menjadi satu dari beberapa mantan tentara perempuan Israel yang telah berbicara blak-blakan tentang pengalaman militer mereka, sebuah gerakan yang kemudian membuat mereka dituduh pengkhianat dan tidak loyal.

Sulit dibayangkan betapa besar pengaruh dari pengakuan mereka, tetapi mereka telah memberikan gambaran alternatif dari apa yang sering digembar-gemborkan oleh IDF sebagai 'tentara yang paling bermoral di muka bumi'.

Keprihatinan terhadap budaya tentara Israel mulai meningkat sejak minggu lalu setelah sebuah foto di Facebook menggambarkan seorang tentara perempuan Israel berpose membelakangi tahanan Palestina yang duduk dengan tangan terikat dan mata ditutup.

Foto itu mengingatkan pada skandal Abu Ghraib di Irak. Tetapi, Eden Abergil, tentara perempuan di foto itu yang kini tidak aktif di militer, justru mengatakan tidak mengerti apa yang salah dari foto yang digambarkan sebagai 'buruk dan tidak berperasaan' oleh IDF.

Israel memang mengharuskan perempuan yang berusia 18 tahun untuk selama dua tahun mengikuti wajib militer.

Pengalaman itu bisa menjadi sangat tidak manusiawi bagi sepuluh persen dari mereka yang bertugas di wilayah pendudukan Israel. Contohnya Michelzon.

"Saya meninggalkan militer sambil membawa bom yang terus berdetak di perut saya. Saya merasa telah melihat halaman belakang Israel. Saya melihat sesuatu yang tidak pernah dibicarakan orang, Itu hampir seperti saya telah mengetahui rahasia yang kotor dari sebuah negara dan saya harus membukanya," tegas Michelzon.

Michelzon yang kini berusia 29 tahun mulai menjalani wajin militer pada September 2000, tepat ketika intifada kedua pecah.

"Saya bergabung dengan militer dengan pandangan yang idealis, saya sangat ingin berbakti untuk negara saya," Michelzon berkisah.

Ia ditempatkan di Erez, daerah perlintasan Israel dengan Jalur Gaza, di dalam ruangan kendali radio.

"Sangat banyak ketegangan, banyak tembakan, dan bom bunuh diri. Sedikit demi sedikit saya memahami aturan main, Anda harus membuat orang Arab susah, itu adalah tugas utama, karena mereka adalah musuh," Michelzon meneruskan kisahnya.

Michelzon lalu bercerita tentang contoh kegiatan rutin di pos tempatnya berjaga, tentang seorang perempuan Palestina yang ingin menyebrang. Michelzon lalu melapor pada atasannya, meminta izin untuk membiarkan perempuan itu melintas.

Alih-alih memberi izin, atasannya malah menyuruhnya membuat perempuan itu menunggu selama berjam-jam.

"Saya merasa kesepian dalam angkatan bersenjata. Saya tidak bisa berbicara tentang hal-hal yang saya pikir salah. Saya tidak memiliki pandangan yang kuat tetapi saya tidak merasa nyaman tentang pembicaraan itu, tentang tentara yang memukul orang Arab dan tertawa," Michelzon berbicara getir.

"Saya kira semua orang normal dan hanya saya yang tidak. Saya merasa asing," tukas Michelzon.

Memasuki Juni 2002, di akhir masa tugasnya, Michelzon mengatakan ia merasa ingin lari dan kabur ke India.

"Saya mengatasi masa-masa berat sedikit demi sedikit," ia kembali bertutur.

Ketika kembali melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, ia harus menjalani terapi selama dua tahun, masa ketika ia mulai berpikir untuk membuka semuanya.

Ia juga bergabung ke 'Breaking the Silence', sebuah organisasi beranggotakan mantan tentara yang mempublikasikan berbagai pengakuan dari mantan tentara tentang kehidupan di wilayah pendudukan untuk mendorong perdebatan tentang 'harga moral' dari pendudukan itu.

Michelzon memberikan bukti kepada kelompok itu dan dua tahun lalu bukti itu muncul dalam sebuah tayangan dokumenter berjudul, 'To See If I'm Smiling'.Film itu menceritakan pengalaman seorang perempuan muda yang bertugas di militer.

Film itu kemudian dikritik oleh banyak pihak. Kelompok 'kiri' fokus pada "hal-hal buruk yang kita lakukan dan bukan pada fakta bahwa kita ingin sebuah diskusi. Kami ingin menempatkan sebuah cermin dan mengatakan kepada publik Israel untuk menatap mata mereka sendiri."

"Mereka dari kelompok 'kanan' malah mengatakan, 'mengapa Anda melakukan ini pada rakyat Anda sendiri? Apakah Anda membenci Negara Anda sendiri? Tetapi saya melakukannya karena saya mencintai negara saya. Kami harus berjuang untuk mengatakan kami ingin berbicara tentang situasi politik," ucap Michelzon.

Sementara itu dampaknya psikologis pada para perempuan yang mengikuti wajib militer tidak terelakkan terutama mereka yang bertugas di kawasan pendudukan.

"Jika Anda ingin bertahan sebagai perempuan di angkatan bersenjata, Anda harus menjadi 'kelaki-lakian'. Tidak ada ruang untuk perasaan. Itu seperti persaingan untuk melihat siapa yang paling tangguh. Pada banyak kesempatan perempuan sering berusaha lebih agresif dari laki-laki," ungkap Michelzon.

Tidak hanya Michelzon, seorang perempuan mantan tentara yang bertugas di Hebron, sebuah kota di Tepi Barat, pada 2001 sampai 2002 juga punya kisah yang sama.

Dana Golan, bertugas di Hebron bersama 25 perempuan lainnya, menjadi bagian kecil dari 300 prajurit laki-laki.

"Jika saya menunjukan kecemasan, itu akan dianggap sebagai kelemahan," aku Golan.

Perempuan berusia 27 tahun itu mengatakan masa paling menggoncangkan ketika berdinas di militer adalah ketika mereka melakukan razia senjata di perumahan Palestina.

Sebuah keluarga dibangunkan pada pukul dua dini hari oleh para tentara yang terus menggeledah rumah mereka.

Tidak ada senjata yang ditemukan. Anak-anak yang masih kecil sangat ketakutan.

"Saya pikir, apa yang akan saya rasakan jika saya menjadi anak berusia empat tahun itu? Bagaimana saya akan bertumbuh? Pada saat itu yang tampak bagi saya bahwa terkadang yang kami kerjakan hanya menimbulkan korban. Untuk jadi penjajah yang baik, kami harus menciptakan konflik," Golan mengenang kejadian itu.

Dalam peristiwa berbeda ia menyaksikan para tentara Israel mencuri dari toko elektronik Palestina. Ia mencoba melaporkannya tetapi ia mendapat jawaban menyakitkan.
"Ada hal-hal yang tidak boleh saya campuri," keluh Golan.

Tentara Israel juga pernah mempermalukan orang-orang tua Palestina di jalanan.

"Saya berandai-berandai bagaimana jika mereka adalah orang tua atau kakek nenek saya," Golan mengingat-ingat.

"Kami bertumbuh di tengah kepercayaan bahwa IDF adalah tentara yang paling bermoral di dunia. Siapa pun tahu setiap orang berdinas di angkatan bersenjata. Kini ketika saya berbicara tentang tindakan tidak bermoral, saya mungkin berbicara tentang saudari atau anak perempuan Anda. Mereka tidak mau mendengar," papar Golan.

IDF sendiri bangga bahwa 90 persen dari anggotanya terbuka untuk perempuan dan laki-laki.

"Melayani sebuah unit angkatan bersenjata tempat Anda selalu berhubungan dengan orang yang mungkin saja mencelakai Anda sungguh tidak mudah, Anda harus tangguh," kata Kapten Arye Shalicar, juru bicara militer.

"Itu bukan saja hal yang terjadi pada perempuan, berlaku untuk semua orang. Akhirnya, sebuah unit tempur adalah sebuah unit tempur. Kadang sesuatu terjadi dan tidak semua tindakan benar 100 persen," Shalicar melanjutkan.

Angkatan bersenjata menurutnya punya prosedur untuk melaporkan tindakan yang salah dan setiap tentara wajib mengikutinya.

Baik Michelzon dan Golan sama sekali tidak menyesal karena telah berbicara terbuka.

"Selama dua tahun saya melihat orang menderita dan saya tidak melakukan apa-apa, itu sungguh menakutkan," kata Michelzon.

"Pada akhirnya, rasanya seperti angkatan bersenjata telah mengkhianati saya, mereka memanfaatkan saya. Saya tidak bisa mengenali diri saya sendiri," kesah Michelzon.

"Apa yang kami sebut melindungi negara kami ternyata adalah menghancurkan kehidupan," pungkas Michelzon.


sumber http://www.antaranews.com/berita/1282581441/pengakuan-mantan-tentara-israel

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?