SPANDUK Rp. 6.500,-/m Hub: 021-70161620, 021-70103606

Mereka Setia Bercocoktanam Huma

| | | 0 komentar
Warga Baduy luar dari Kampung Cipaler, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Banten, Jawa barat, membawa hasil panen dari ladang menuju rumah masing-masing. Saat ini, masyarakat Baduy tengah menjalani masa panen dan sebulan kemudian akan mengadakan pesta untuk mensyukurinya. Foto diambil Selasa (16/3).
Komunitas Baduy di pedalaman Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, hingga kini masih mempertahankan cara bercocoktanam huma ladang dengan pola berpindah-pindah karena dapat meningkatkan produktivitas.

"Sejak nenek moyang kami hingga sekarang tetap pertanian huma ladang dengan menanam pisang, padi dan tanaman pangan lainya," kata Ketua Wadah Musyawarah Masyarakat Baduy (Wammby) Kasmin Saelani di Rangkasbitung, Senin.

Ia mengatakan, pola tanam huma ladang dengan cara berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat lainya sangat cocok karena bisa menyuburkan lahan pertanian tanpa menggunakan pupuk kimia.

Bahkan produksi aneka jenis tanaman pangan di huma cukup bagus untuk meningkatkan kesejahteraan.

Karena itu, kata dia, sejak dulu hingga kini belum pernah ditemukan warga Baduy terancam kekurangan pangan.

Sistem pola tanam tradisional Baduy mereka membuka hutan dengan cara tebang bakar sebab sisa-sisa pembakaran tersebut bisa dijadikan pupuk organik untuk menyuburkan lahan pertanian.

Pembukaan hutan untuk dijadikan garapan huma, selain di kawasan tanah hak ulayat juga menggarap lahan milik warga luar dengan penghasilan sistem bagi hasil.

Lahan pertanian yang ada di kawasan tanah hak ulayat sudah sempit dengan seluas 5.101 hektare dan peruntukan pertanian hanya 2.585 hektare atau 51 persen.

Masyarakat Baduy hingga kini berharap pemerintah daerah dan provinsi agar bisa membebaskan lahan milik warga luar khususnya di perbatasan untuk dijadikan lahan pertanian Baduy.

Saat ini, kata dia, banyak warga Baduy menggarap huma milik warga perbatasan, seperti di Kecamatan Bojongmanik, Cirinten, Sobang, Muncang, dan Gunungkencana.

"Kami akan memperjuangkan kepada pemerintah, karena tahun ke tahun penduduk Baduy terus bertambah. Saat ini jumlah warga Baduy mencapai 11.300 jiwa, sedangkan lahan pertanian tidak bertambah," ujarnya.

Sementara itu, sejumlah warga Baduy saat ditemui di huma di Kecamatan Cirinten mengaku musim panen tahun 2010 lalu produksi gabah huma menurun akibat curah hujan cukup tinggi.

Namun, saat ini diperkirakan sangat bagus karena tanamanya begitu subur dan hijau. "Kami berharap musim panen padi huma selama enam bulan ke depan bisa melimpah tanpa serangan penyakit dan hama," ujar Pulung (45) warga Baduy Luar.


Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/06/08/01014081/Mereka.Setia.Bercocoktanam.Huma

"Robin Hood" Banglades Dibekuk

| | | 0 komentar
Polisi Banglades membekuk seorang pencuri "murah hati" yang dianggap sebagai Robin Hood modern di wilayah tenggara negeri itu.

Badiul Haq Nasir (45) menyumbangkan hasil mencuri itu ke beberapa panti asuhan dan masjid, jelas Babul Akhter, kepala polisi setempat.

"Menurut warga desa, dia sangat murah hati. Dia bersedia membantu siapa saja yang membutuhkan," kata Akhter.

Namun, para tetangga mengenalnya sebagai pengusaha sukses yang tinggal di sebuah rumah megah bak "istana" dan memiliki banyak rumah.

Pencuri baik hati itu menyumbangkan sebagian dari 2 juta taka (Rp 230 juta) hasil dia merampok baru-baru ini ke sebuah masjid di desanya, kata Akhter. Namun, pihak penerima tidak mengetahui asal uang itu.

"Nasir mungkin pencuri paling efisien di negeri ini. Dia bisa membuka setiap kunci, membobol berbagai jenis lemari besi ataupun toko emas hanya dengan obeng dan kunci pas," imbuh Akhter.

Nasir ditangkap pada Rabu (8/6/2011) setelah diburu selama sepekan. Wajahnya terekam kamera CCTV sebuah toko di kota pelabuhan Chittagong, Banglades.

"Saat ditangkap dia minta keringanan hukuman. Alasannya dia pencuri yang murah hati," pungkas Akhter.




Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/06/10/15091826/Robin.Hood.Banglades.Dibekuk

"The Musalman", Koran yang Ditulis Tangan

| | | 0 komentar
Ketika banyak surat kabar gulung tikar diterjang media online, surat kabar The Musalman bertahan dengan caranya sendiri. Koran sore yang terbit di Chennai, Tamil Nadu, India, itu ditulis tangan.

Terbit empat halaman setiap hari, koran berbahasa Urdu tersebut bertiras 21.000, yang semuanya pelanggan. Dibutuhkan waktu tiga jam bagi tiga katib (reporter dan kaligrafer) untuk menulis berita di setiap halaman, sebelum diproses hingga menjadi koran yang siap dikirim ke pelanggan.

Jika ada breaking news, seluruh halaman itu harus ditulis ulang. Namun, kini mereka sudah menyediakan sebuah kolom kecil di halaman muka untuk berjaga-jaga apabila ada berita baru.

Lain lagi yang terjadi apabila ada kesalahan tulis. Satu halaman tersebut harus diganti dan ditulis ulang.

Dengan ditulis tangan, surat kabar ini sekaligus melestarikan tradisi kaligrafi rakyat India. Bagi Pemimpin Redaksi The Musalman Syed Arifullah, mempertahankan tradisi adalah urusan hidup atau mati.

"Kami mempertahankan tradisi ini selama 84 tahun dan setelah tahun ketiga tahun pertama memimpin koran ini, saya memutuskan untuk mendedikasikan hidup saya untuk Musalman," kata Arifullah yang memimpin surat kabar itu sejak ayahnya meninggal.

"The Musalman adalah tentang kaligrafi, dan setiap orang tertarik pada kaligrafi. Jika Anda menyalakan komputer, ada perbedaan antara kami dan koran lain. Kaligrafi adalah jantung Musalman. Jika Anda mengeluarkan jantung itu, tidak ada lagi yang tersisa," ujar Arifullah.

Surat kabar itu diterbitkan pertama kali pada 1927 oleh kakek Arifullah, Syed Azmatullah, yang kemudian mewariskannya kepada Syed Faizullah. Ayah Arifullah itu meninggal pada usia 76 tahun akibat infeksi paru-paru. Sejak itu Arifullah menjadi penanggung jawab surat kabar ini.

Bagi para karyawannya, The Musalman menjadi simbol seni yang hampir punah. Dengan bekerja di koran tersebut, mereka tidak hanya melestarikan tradisi kuno, tetapi juga bahasa Urdu.

Karyawan Musalman tergolong setia. Salah satu reporternya, Rehman Hussain, kini berusia 50 tahun dan sudah bekerja di situ selama lebih dari 30 tahun. "Karena bisa berbahasa Urdu, kami dihormati. Dan saya akan bekerja bersama Musalman sampai napas penghabisan," kata Hussain.

Kantor The Musalman sangat sederhana, bahkan cukup tidak nyaman untuk bekerja. Kantor itu suram karena penerangan yang buruk. Suasananya juga bising karena mesin cetak berada di kantor yang sama.

Belum lagi gaji mereka yang sangat kecil. Koran itu hampir tidak menghasilkan laba karena biaya produksi yang cukup tinggi. Namun, bagi para kaligrafer Musalman, bekerja di situ merupakan dedikasi.

"Kecintaan kami terhadap pekerjaan inilah yang membuat saya terikat kepada Musalman," kata Usman Gani, salah satu editor.


Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/06/09/09164383/.The.Musalman.Koran.yang.Ditulis.Tangan

Ngampar Bide dalam Tradisi Gawai Dayak

| | | 0 komentar
Tradisi tak lekang oleh zaman. Sebaris kalimat yang biasa digunakan untuk mengingatkan kita bahwa sesuatu yang tradisional pun layak ditampilkan meski tahun terus berganti, hingga 26 tahun kemudian.

Begitu pula yang dilakukan masyarakat dari suku Dayak di Kalimantan Barat yang masih mempertahankan tradisi leluhur saat akan memulai "Gawe", yang selanjutnya disebut Gawai atau pesta. Yakni upacara "Ngampar bide" atau menghampar tikar. Upacara yang hanya digelar saat akan memulai Gawai Dayak di rumah Betang Panjang Pontianak.

Upacara tersebut selalu dilakukan saat menjelang Pekan Gawai Dayak,yakni pesta panen padi masyarakat Dayak yang dilaksanakan di Kota Pontianak, ibu kota Provinsi Kalbar.

"Ngampar bide", menurut Ketua Panitia Pekan Gawai Dayak XXVI Kalbar, Herculanus Didi, dilaksanakan pada Rabu (18/5) atau dua hari sebelum pembukaan secara resmi Pekan Gawai Dayak oleh Gubernur Kalbar.

Ritual itu diadakan supaya mendapatkan kemudahan dari sang pencipta untuk melaksanakan acara tahunan tersebut yang akan dimulai pada Jumat (20/5).

"Ritual ’ngampar bide’ artinya ’bepinta’ (meminta), ’bepadah’ (memberitahu) kepada Jubata atau Tuhan supaya kegiatan kita mendapatkan kemudahan dan kelancaran," kata Herculanus Didi di Rumah Betang Panjang, Jl Sutoyo, Pontianak.

Ritual tersebut dari bahasa Kanayatn, yakni sub suku yang menggunakan bahasa Bekati atau Ahe yang tersebar dari Kabupaten Kubu Raya, Pontianak, Bengkayang, Landak dan kini di Kota Pontianak.

"Ngampar" yang berarti menggelar atau menghamparkan, sementara "Bide" mengandung pengertian sebagai tikar atau tempat untuk berserah. "Upacara ini harus digelar sebelum memulai Gawai (pesta)," kata Didi lagi.

Tak berbeda jauh dengan Didi, Ketua Harian Dewan Adat Dayak (DAD) Kalbar, Yakobus Kumis, mengatakan "Ngampar bide" upacara adat yang dilaksanakan untuk memulai acara Pekan Gawai Dayak.

Intinya izin permisi. Kehadirat Jubata serta meminta pertolongan kepadanya agar pelaksanaan Pekan Dawai dapat berjalan dengan lancar dan sukses. "Hanya untuk Pekan Gawai Dayak," katanya.

Ritual itu juga tidak ada dalam acara Naik Dango atau upacara sejenisnya dengan tujuan yang sama, untuk bersyukur kepada Jubata setelah keberhasilan dalam panen padi, yang digelar oleh warga Dayak di sejumlah kabupatem/kota di Kalbar.

Dalam ritual tersebut ada tiga tahapan, pertama upacara Nyangahatn manta’ atau bapipis yakni doa adat sebelum seluruh peragaan adat disiapkan.

Kedua, Bapadah kapanyuku atau pantak pantulak atau upacara adat yang dilakukan untuk meminta perlindungan kepada penjaga di sekitar kompleks Rumah Betang agar tidak ada hambatan atau rintangan sehingga pelaksanaan berjalan lancar dan sukses.

Dan ketiga, upacara Nyangahatn masak atau upacara adat doa puncak dari seluruh proses "Ngampar bide", di mana seluruh peraga adat sudah tersaji dan merupakan inti dari doa atau nyangahatn.

Imam

Sejumlah hidangan, tempayan, nampan, tempat sirih dan isinya berupa pinang, gambir, daun sirih, kapur, potongan daging babi, ayam, beras pulut (ketan), beras putih, telur ayam, lemang dan kue cucur terhidang di ruang pertemuan Rumah Betang Panjang.

Seorang imam (pemimpin doa) didampingi seseorang yang menyiapkan bahan-bahan tersebut, duduk di hadapan sesajian dengan mulut komat-kamit membaca doa. Imam terlihat sesekali menepis lembaran daun selasih, pandan dan rijuang, ke hidangan itu setelah dibasahi air.

Sang imam, Kanisius Kasan (61), sudah memimpin upacara tersebut selama lima tahun terakhir, tampak tekun membaca doa. salah satu doa yang dibacakan Kasan, terdengar menyebut nama beberapa orang yang dianggap "raja" atau pemimpin di masyarakat Dayak. Di antaranya Gubernur Kalbar, Cornelis.

"Kami mendoakan beliau (Gubernur Cornelis) karena kami menganggapnya sebagai raja bagi orang Dayak," kata Kasan ketika ditemui usai ritual.

Kasan secara turun-temurun memiliki kemampuan sebagai seorang ahli spiritual atau dukun di masyarakat Dayak.

Pada Pekan Gawai Dayak XXVI 2011, Kasan diminta kembali memimpin upacara tersebut.

Ia mengatakan "Ngampar bide" sebagai ritual yang dihadiri para tokoh Dayak untuk menyiapkan Gawai, membahas persiapan gawai atau pesta termasuk memohon perlindungan Jubata (Tuhan Yang Maha Esa) agar Pekan Gawai Dayak yang berlangsung 20-24 Mei dapat berjalan lancar dan sukses.

Menurut dia lagi, dalam bacaan yang disampaikan saat "Ngampar bide" yang menggunakan bahasa Kanayatn, disebutkan akan ada pertemuan (bahaum) untuk pesta. Dalam ritual itu juga disampaikan jadwal dan tanggal berapa pesta diadakan. Supaya orang-orang yang mendengarkan menjadi tahu tentang acara tersebut.

"Bapak pergi, ibu tidak. Jadi dikasih tahu. Gawai tahun ini, Ngampar bide diadakan tanggal 18 Mei. Jadi orang dikasih tahu ada bahan-bahan yang dipakai seperti bambu dan kayu api untuk masak," kata dia.

"Ngampar bide" dilakukan juga agar saat pesta tidak ada gangguan, katanya.

Ritual itu berlangsung di ruang pertemuan Rumah Betang, berlanjut ke sebuah pondok yang disebut pagugu padagi terdapat patung kayu yang disimbolkan sebagai "nek nukukng" atau patung keramat, kemudian ke pintu gerbang kompleks rumah Betang yang terdapat sebuah tempayan penolak bala, "nek pantulak" supaya orang tidak bertengkar atau berkelahi.

Sebagian sesaji ditinggalkan di sekitar patung kayu dan di dalam mangkuk, kemudian diletakkan di atas tempayan dan digantung pada dua tombak penyangga tempayan tersebut. Bahan-bahan tersebut seperti sirih, pinang, kapur, gambir, dan rokok daun nipah ditambah sedikit air. "Itu untuk menghentikan perkelahian," kata Kasan lagi.

Ia mengatakan, pernah saat Pekan Gawai beberapa tahun lalu terjadi perkelahian di sekitar kompleks Rumah Betang karena ada peserta Gawai yang mabuk, dan bahan-bahan yang ada di dalam tempayan, berfungsi untuk menghentikan perkelahian itu.

Kebiasaan mabuk saat Gawai kini pelan-pelan ditinggalkan generasi muda Dayak. Pelarangan mabuk karena banyak mengkonsumsi tuak, salah satu minuman khas Dayak, berulang kali diingatkan para tokoh dan pemimpin Dayak, termasuk Gubernur Cornelis yang dibanggakan warga Kanayatn.

Ada Ngampar bide, maka ada pula "Gulung bide", yakni ritual menutup Pekan Gawai Dayak yang akan diadakan pada Selasa (24/5) pagi. Ritual itu sebagai tanda berakhirnya pesta panen padi tersebut secara adat.

Sedangkan secara resmi, Pekan Gawai akan ditutup oleh Gubernur pada malam harinya. "Ngampar bide", merupakan satu dari sekian banyak tradisi dan budaya Dayak yang belum dikenal masyarakat umum, bahkan oleh sebagian generasi muda suku yang mendiami pulau Kalimantan itu sendiri. Masih ada ritual adat lainnya, namun akankah sama dengan "Ngampar bide" yang tetap dipertahankan hingga tak lekang oleh zaman?


Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/05/23/23163396/Ngampar.Bide.dalam.Tradisi.Gawai.Daya

"Narcotank", Truk Perang Geng Narkoba

| | | 0 komentar
Kartel Meksiko narkoba benar-benar serius dalam menanggapi "perang melawan narkoba" yang digencarkan pemerintah dan aparat keamanannya. Tak hanya melengkapi organisasi dengan persenjataan lengkap, mereka pun mempunyai kendaraan tempur.

Karena tidak mungkin membeli tank atau panser, mereka membuat sendiri kendaraan lapis baja. Militer Meksiko berhasil menemukan dan menyita beberapa kendaraan yang mereka sebut sebagai narcotank. Sementara warga dan media menjulukinya "Los Monstruos", yang berarti "Sang Monster".

Kendaraan "perang" organisasi narkoba Meksiko ini tak ubahnya kendaraan perang. Kendaraan yang dimodifikasi dari truk itu dilapisi pelat baja setebal 2,5 sentimeter dan mampu menahan peluru kaliber 50. Kacanya pun antipeluru. Kendaraan gabungan tiga truk tersebut juga dilengkap senjata.

Angkatan bersenjata Meksiko mengumumkan, Minggu (4/6/2011), patroli rutin militer menggerebek sebuah gudang di Camargo, Tamaulipas, yang berbatasan dengan kota Rio Grande City, Texas, Amerika Serikat. Dari gudang itu, mereka menemukan dua dump truck berlapis baja untuk mengangkut "pasukan".

Sebagai kendaraan tempur, kemampuan narcotank cukup mengagumkan. Menurut blog narkoba Meksiko, truk lapis baja itu mampu melaju hingga kecepatan 96 kilometer per jam. Juga bisa menyebar paku atau mengucurkan oli ke jalan untuk menghambat lawan.

Dalam beberapa kali konfrontasi dengan aparat Meksiko, geng narkoba menggunakan truk raksasa ini, termasuk yang terjadi di Jalisco bulan lalu. Tentara Meksiko melawan salah satu narcotank. Karena peluru tidak bisa menembus badan mobil, tentara akhirnya menembaki bannya.

Diduga terdapat sekitar 100 truk serupa milik kartel-kartel narkoba di seluruh Meksiko.

Di laut pun kartel narkoba Meksiko mempersiapkan diri. Mereka merancang kapal selam yang mampu mengirimkan berton-ton narkoba lewat perairan dan lolos dari deteksi.

Tahun lalu pihak berwenang menemukan sebuah terowongan sepanjang 670 meter. Terowongan yang dilengkapi rel dan ventilasi ini untuk mengangkut mariyuana dari sebuah rumah di Tijuana, Meksiko, ke gudang di Otay Mesa, California, Amerika Serikat.

Pekan lalu tentara menemukan sebuah gudang senjata dan amunisi yang cukup besar di sebuah bungker di Negara Bagian Coahuila, yang berbatasan dengan AS. Gudang itu diduga milik kartel Zeta. Di dalamnya ditemukan 150 senjata laras panjang, pistol, 92.000 butir peluru, 4 mortir, dan 2 pelontar granat.

Selain berperang melawan polisi dan tentara, kartel narkoba juga bersaing dengan kartel lain. Persaingan itu sangat sengit dan menewaskan ribuan orang dalam beberapa tahun terakhir.


Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/06/08/10143585/Inilah.Narcotank.Truk.Perang.Geng.Narkoba

Sumpit Dayak Lebih Ditakuti daripada Peluru

| | | 0 komentar
Pada zaman penjajahan di Kalimantan dahulu kala, serdadu Belanda bersenjatakan senapan dengan teknologi mutakhir pada masanya, sementara prajurit Dayak umumnya hanya mengandalkan sumpit. Akan tetapi, serdadu Belanda ternyata jauh lebih takut terkena anak sumpit ketimbang prajurit Dayak diterjang peluru.

Yang membuat pihak penjajah gentar itu adalah anak sumpit yang beracun. Sebelum berangkat ke medan laga, prajurit Dayak mengolesi mata anak sumpit dengan getah pohon ipuh atau pohon iren. Dalam kesenyapan, mereka beraksi melepaskan anak sumpit yang disebut damek.

"Makanya, tak heran penjajah Belanda bilang, menghadapi prajurit Dayak itu seperti melawan hantu," tutur Pembina Komunitas Tarantang Petak Belanga, Chendana Putra, di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (2/6/2011).

Tanpa tahu keberadaan lawannya, tiba-tiba saja satu per satu serdadu Belanda terkapar, membuat sisa rekannya yang masih hidup lari terbirit-birit. Kalaupun sempat membalas dengan tembakan, dampak timah panas ternyata jauh tak seimbang dengan dahsyatnya anak sumpit beracun.

Tak sampai lima menit setelah tertancap anak sumpit pada bagian tubuh mana pun, para serdadu Belanda yang awalnya kejang-kajang akan tewas. Bahkan, bisa jadi dalam hitungan detik mereka sudah tak bernyawa. Sementara, jika prajurit Dayak tertembak dan bukan pada bagian yang penting, peluru tinggal dikeluarkan. Setelah dirawat beberapa minggu, mereka pun siap berperang kembali.

Penguasaan medan yang dimiliki prajurit Dayak sebagai warga setempat tentu amat mendukung pergerakan mereka di hutan rimba.

"Karena itu, pengaruh penjajahan Belanda di Kalimantan umumnya hanya terkonsentrasi di kota-kota besar tapi tak menyentuh hingga pedalaman," Chendana.

Tak hanya di medan pertempuran, sumpit tak kalah ampuhnya ketika digunakan untuk berburu. Hewan-hewan besar akan ambruk dalam waktu singkat. Rusa, biawak, atau babi hutan tak akan bisa lari jauh. "Apalagi, tupai, ayam hutan, atau monyet, lebih cepat lagi," katanya.

Bagian tubuh yang terkena anak sumpit hanya perlu dibuang sedikit karena rasanya pahit. Uniknya, hewan tersebut aman jika dimakan. "Mereka yang mengonsumsi daging buruan tak akan sakit atau keracunan," kata Chendana.

Baik hewan maupun manusia, setelah tertancap anak sumpit hanya bisa berlari sambil terkencing-kencing.

"Bukan sekadar istilah, dampak itu memang nyata secara harfiah. Orang atau binatang yang kena anak sumpit biasanya kejang-kejang sambil mengeluarkan kotoran atau air seni sebelum tewas," tambah Chendana.


Dwi Bayu Radius
Dapatkan artikel ini di URL:
http://www.kompas.com/read/xml/2011/06/02/14431016/Sumpit.Dayak.Lebih.Ditakuti.daripada.Peluru

Melegendanya Laut Jawa

| | | 0 komentar
Monumen Karel Doorman di Ereveld Kembang Kuning - Surabaya
Laut Jawa memiliki kisahnya sendiri. Sebelum perang dunia berakhir telah tercatat tiga invasi militer terbesar dalam sejarah yang melintasi Laut Jawa. Tak hanya dari sisi besaran armada, invasi tersebut juga berdampak merubah tatanan dan sejarah Tanah Jawa.

Kisah pertama tentang Laut Jawa mungkin masih kita ingat ketika invasi militer Jepang 1942 dalam perintah Laksamana Takagi Takeo. Setelah serangan ke Filipina, Tarakan, dan Selat Makassar, militer Jepang menghadapi serangan penentuan di Laut Jawa pada 27-28 Februari 1942 yang dikenal dengan “Pertempuran Laut Jawa”. Alhasil, dalam pertempuran dengan kekuatan tak sebanding itu militer Jepang tidak mengalami kesulitan berarti dan mendarat dengan mudah di pantai Kragan, dekat Rembang 1 Maret 1942. Kampanye berikutnya, Jepang mampu meruntuhkan emperium Hindia Belanda yang dibangun ratusan tahun hanya dalam waktu delapan hari!

Invasi militer Tentara Kerajaan Inggris di bawah komando Letnan Jenderal Sir Samuel Auchmuty pada 1811 menjadi kisah legenda berikutnya. Misi utama Inggris adalah menghilangkan otoritas pengaruh Perancis di Lautan Timur yang mencakup wilayah Asia Pasifik. Setidaknya 100 kapal yang mengangkut 12.000 orang! Jumlah yang tiada banding hingga Perang Dunia Kedua. Mereka berhasil merapat dan memulai invasi militer mereka dari Cilincing. Hasilnya, Inggris secara resmi menduduki Jawa pada 1812-1816. Untuk alasan ini, Gubernur Jenderal Lord Minto mempromosikan Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur Jawa, menetap di Buitenzorg, kini Bogor.

Jauh sebelum pasukan Auchmuty menjejakkan kakinya di Jawa, invasi militer Kubilai Khan telah merambah pedalaman Jawa. Khan adalah seorang penguasa Mongol terkemuka abad ke-13, pendiri Dinasti Yuan. Armada cucu Genghis Khan itu mendarat di pantai Rembang 1293. Invasi mereka telah berdampak secara tidak langsung terhadap tahta baru Kerajaan Majapahit. Kelak kerajaan ini akan menurunkan raja-raja Jawa yang juga akan mengubah sejarah di Tanah Jawa.


Terdapat tiga plat tembaga yang menampilkan Kapal De Zeven Provincien dalam pertempuran di Pantai Timur Inggris di bawah komando Michiels Adriaanszoon de Ruyter abad ke-17, plat kedua menampilkan profil Karel Doorman dengan semboyannya yang melegenda “”Aku serang sekarang, semua ikuti aku”, kemudian plat terakhir menampilkan Kapal Perang De Ruyter yang dikomandoi Karel Doorman dan tenggelam di Pertempuran Laut Jawa.


Dari ketiga ekspedisi militer yang melintasi Laut Jawa, menurut saya Pertempuran Laut Jawa-lah yang memiliki cakupan serangan luas, hampir seribu orang kehilangan hidup mereka di pertempuran dua malam yang dimenangkan oleh Jepang itu. Untuk mengenang mereka yang binasa saat penentuan nasib terakhir Hindia Belanda di Laut Jawa, Kerajaan Belanda mendirikan sebuah monumen di Ereveld Kembang Kuning Surabaya, sebuah taman makam kehormatan bagi korban perang yang dikelola Oorlogsgravenstichting. Monumen yang diresmikan pada 7 Mei 1954 itu mengabadikan nama seorang Laksamana Muda yang turut melegenda di Pertempuran Laut Jawa, Karel Doorman.

http://heritage.blog.nationalgeographic.co.id/2011/03/16/melegendanya-laut-jawa/

populer

Layak dibaca

IKUT TAMPIL....... BOLEH....?